Jakarta – Sejak tahun 1920, sejumlah negara telah dilarang berpartisipasi dalam ajang Olimpiade. Hingga kini, tercatat 13 negara yang pernah mengalami larangan tersebut. Alasan di balik larangan ini beragam, mulai dari agresi perang, doping, sikap politik, hingga pelanggaran peraturan Komite Olimpiade Internasional (IOC), demikian dilaporkan oleh Al Jazeera pada Sabtu (27/7/2024).
Larangan pertama terjadi pada Olimpiade Musim Panas 1920 yang diadakan di Belgia. Pada saat itu, Austria, Bulgaria, Hungaria, Jerman, dan Turki dilarang ikut serta karena peran dan keterlibatan mereka dalam Perang Dunia I. Larangan ini merupakan langkah tegas dari IOC untuk menanggapi dampak perang yang menghancurkan.
Jerman kembali dilarang berpartisipasi dalam Olimpiade 1924 di Paris. Larangan ini merupakan perpanjangan dari larangan sebelumnya dan masih terkait dengan konsekuensi dari Perang Dunia I. Keputusan ini menunjukkan bahwa dampak perang masih dirasakan kuat dalam dunia olahraga internasional.
Olimpiade Musim Panas 1948 yang diadakan di London juga melarang Jepang dan Jerman untuk berpartisipasi. Larangan ini merupakan konsekuensi dari peran mereka dalam Perang Dunia II dan kehancuran yang ditimbulkannya. Keputusan ini mencerminkan upaya komunitas internasional untuk menegakkan perdamaian dan stabilitas pasca perang.
Afrika Selatan dilarang berpartisipasi dalam Olimpiade dari tahun 1964 hingga 1992 karena kebijakan segregasi rasial yang diterapkan oleh rezim apartheid. Larangan ini menunjukkan sikap tegas IOC terhadap diskriminasi rasial dan upaya untuk mempromosikan kesetaraan dalam olahraga.
Pada tahun 1972, Zimbabwe atau yang saat itu dikenal sebagai Rhodesia, dilarang berpartisipasi dalam Olimpiade Munich. Larangan ini terjadi karena tekanan internasional dan protes terhadap kebijakan segregasi rasial yang diterapkan oleh negara tersebut. Keputusan ini mencerminkan solidaritas global dalam menentang diskriminasi rasial.
Pada tahun 2000, Afghanistan dilarang berpartisipasi dalam Olimpiade Melbourne karena sikap Taliban yang berkuasa terhadap kaum perempuan. Meskipun Taliban kembali berkuasa di Kabul tahun ini, atlet Afghanistan tetap berpartisipasi di Olimpiade Paris 2024, tetapi tidak di bawah bendera Taliban. Mereka akan bersaing di bawah bendera merah, hijau, dan hitam Republik Islam Afghanistan yang telah digulingkan Taliban pada 2021.
Pada Oktober 2015, Kuwait diskors oleh Komite Olimpiade Internasional karena campur tangan pemerintah dalam komite Olimpiade negara itu. Akibatnya, atlet Kuwait berpartisipasi sebagai atlet Olimpiade independen dalam Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Keputusan ini menunjukkan pentingnya menjaga independensi komite Olimpiade nasional dari campur tangan politik.
Selama Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022, Korea Utara dilarang berpartisipasi karena keputusannya untuk mundur dari Olimpiade Tokyo 2020 dengan alasan kekhawatiran Covid-19. Keputusan ini melanggar Piagam Olimpiade dan menunjukkan pentingnya komitmen terhadap partisipasi dalam ajang olahraga internasional.
Meskipun tidak dilarang sepenuhnya dari Olimpiade 2016, banyak atlet Rusia dilarang berkompetisi di Rio karena doping yang disponsori negara. Larangan ini juga berlanjut ke Olimpiade Musim Dingin 2018 dan Olimpiade Musim Panas 2020 Tokyo. Belarus dan Rusia dilarang ikut Olimpiade 2024 di Paris karena keterlibatan mereka dalam perang Ukraina yang sedang berlangsung. Pada Olimpiade 2024, hanya 15 atlet dari Rusia dan 18 dari Belarus yang akan bersaing sebagai “Atlet Netral Individu” (AIN), menurut data terbaru yang dirilis oleh IOC.