Jakarta – Kasus gagal bayar dalam industri asuransi dan jebakan perusahaan asuransi semakin sering terjadi belakangan ini. Salah satu kasus yang masih segar dalam ingatan adalah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang hingga kini belum terselesaikan.
Kabar terbaru menyebutkan bahwa Kementerian BUMN akan membubarkan Jiwasraya setelah proses restrukturisasi selesai. Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menyatakan bahwa langkah ini sesuai dengan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan Asuransi.
Dalam praktik restrukturisasi, polis nasabah Jiwasraya dialihkan ke PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) dengan memotong manfaat. Namun, hingga saat ini masih ada sejumlah nasabah yang menolak proses restrukturisasi tersebut. Hingga saat ini, program restrukturisasi Jiwasraya sudah diikuti oleh 99,7 persen nasabah, dengan sisa sekitar 1.000 polis senilai Rp178 miliar.
Selain kasus gagal bayar seperti yang dialami nasabah Jiwasraya, banyak nasabah asuransi yang tertipu oleh janji-janji manis agen asuransi. Ketika menarik dana, uang mereka terpotong cukup besar. Lantas, bagaimana cara menghindari jebakan asuransi seperti ini?
Analis senior bidang Perasuransian, Irvan Rahadjo, mengisyaratkan calon nasabah untuk membagi antara kebutuhan proteksi dan kebutuhan investasi. Jika bermaksud membeli produk proteksi, belilah produk asuransi seperti asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi kebakaran, dan sejenisnya. Sedangkan, jika membutuhkan produk investasi, jangan membeli produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi. Sebaiknya beli produk yang murni investasi seperti saham, reksadana, obligasi, emas, hingga dolar.
Namun, saat hasil investasi positif, nasabah harus menyadari bahwa bagian dari hasil investasi tersebut juga digunakan untuk membayar premi asuransi.
Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi (MRE), Mike Rini Sutikno, menjelaskan bahwa gagal bayar asuransi bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk pengelolaan risiko investasi yang buruk. Dalam kasus Jiwasraya, terdapat indikasi korupsi dalam manajemen perusahaan.
Masyarakat atau calon nasabah dapat menilai baik buruknya pengelolaan risiko investasi di perusahaan asuransi melalui beberapa cara. Mike menyarankan calon nasabah untuk melihat transparansi informasi yang diberikan perusahaan asuransi terkait investasi yang mereka kelola. Jika perusahaan asuransi tidak transparan atau tidak memberikan informasi yang cukup jelas, nasabah harus waspada.
Mike juga menjelaskan bahwa nasabah perlu meninjau ulang ketentuan polis asuransi untuk memahami hak dan kewajiban yang tercantum, termasuk alasan di balik gagal bayar. Selain itu, nasabah harus menyimpan semua dokumentasi dan komunikasi terkait polis, klaim, dan komunikasi dengan perusahaan asuransi sebagai bukti.
Menurut Mike, penting bagi nasabah untuk memahami isi polis mereka dan melakukan evaluasi terhadap produk asuransi yang mereka pilih di masa depan guna menghindari masalah serupa. Nasabah yang mengalami gagal bayar disarankan untuk tetap mengikuti perkembangan penyelesaian kewajiban dari perusahaan asuransinya dan OJK.