Jakarta – Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, mengimbau pemerintah untuk menyederhanakan proses pendaftaran dan verifikasi penerima BBM subsidi berbasis QR Code. Menurut Yannes, proses yang saat ini diterapkan oleh Pertamina memakan waktu hingga tujuh hari, yang dinilai terlalu lama.
Rencana pembatasan penyaluran BBM subsidi, termasuk Pertalite dan Biosolar, akan mulai diberlakukan pada 1 Oktober mendatang. QR Code diperkirakan akan menjadi bukti bahwa pemiliknya berhak mengisi BBM subsidi. Namun, penerapan QR Code di SPBU dan proses pendaftaran yang memakan waktu lama dapat menimbulkan gejolak, terutama pada tahap awal implementasi kebijakan ini.
Yannes menekankan bahwa proses pendaftaran seharusnya tidak dibuat rumit. Sebelumnya, Pertamina Patra Niaga telah mulai menyosialisasikan pendaftaran QR Code kepada masyarakat. Namun, informasi terbaru menunjukkan bahwa proses verifikasi ini memerlukan waktu hingga tujuh hari.
Untuk mendapatkan QR Code, warga harus mendaftar melalui situs https://subsiditepat.mypertamina.id/. Setelah itu, mereka diminta melengkapi sejumlah dokumen seperti foto KTP, foto diri, foto STNK (tampak depan dan belakang), foto kendaraan tampak keseluruhan, foto kendaraan tampak depan nomor polisi, dan foto KIR bagi kendaraan pengguna KIR.
Selain masalah waktu verifikasi, Yannes juga mendorong pemerintah untuk memastikan infrastruktur teknologi yang memadai di setiap SPBU. Hal ini termasuk jaringan internet yang stabil dan perangkat pemindai QR Code yang berfungsi dengan baik.
Meskipun diprediksi akan ada banyak penolakan dan kebingungan di kalangan masyarakat terkait pembatasan BBM subsidi, Yannes tidak menampik bahwa upaya ini merupakan langkah positif untuk mencapai tujuan Net Zero Emission (NZE) Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa pembatasan BBM subsidi akan mulai diterapkan pada 1 Oktober mendatang. Payung hukum untuk penerapan pembatasan BBM subsidi ini akan diatur melalui peraturan menteri (Permen) ESDM, bukan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang