Jakarta – Emas selalu menjadi aset yang nilainya tetap terjaga sepanjang waktu. Tidak mengherankan, di tengah situasi ekonomi dan politik yang memburuk, emas sering kali menjadi andalan.
Kilauan emas pernah menyebabkan terjadinya penyelundupan dari Indonesia ke Makau. Total, ada sebanyak 7 ton emas yang telah diselundupkan ke sana. Namun, semua itu dilakukan dengan sengaja dan demi kebaikan bersama.
Kisah penyelundupan emas skala besar ini terjadi pada 1945, saat Indonesia baru berdiri sebagai negara. Kala itu, proklamasi kemerdekaan tidak dibarengi oleh kedaulatan dan kemandirian ekonomi. Kas negara kosong dan roda ekonomi tidak bergerak.
Untuk membangun negara, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Pemerintah berusaha keras mencari dana, salah satunya adalah dengan mengandalkan simpanan emas dari penambangan. Indonesia memang sejak dahulu dikenal sebagai surga ‘harta karun’ dengan banyaknya emas yang ditambang dari berbagai penjuru tanah air.
Salah satu tambang emas yang paling dekat dengan Jakarta berada di Cikotok, Banten. Penambangan ini sudah eksis sejak 1936. Menurut kesaksian eks-Gubernur Bank Indonesia Oey Beng To dalam “Sejarah Kebijakan Moneter Indonesia 1945-1948” (1991), hasil tambang emas dimanfaatkan untuk mendongkrak kas negara melalui transaksi penjualan.
Pemerintah berencana menjual emas ke luar negeri untuk ditukar dengan uang. Namun, proses ini tidak mudah. Keberadaan militer Belanda di Jawa menyulitkan semuanya. Penjajah juga ingin memanfaatkan emas Indonesia untuk kepentingan perang.
Maka, terjadi aksi penyelundupan emas besar-besaran agar tidak ketahuan Belanda. Sejarawan Bambang Purwanto dalam “Dunia Revolusi” (2023) menyebut, penyelundupan menjadi sesuatu yang wajar di masa kemerdekaan, mulai dari emas hingga narkoba.
Berhubung ibu kota negara pindah ke Yogyakarta, kiloan emas dari Cikotok dibawa menggunakan kereta api ke sana. Semua dilakukan secara senyap dan “kucing-kucingan” dengan Belanda.
Namun, situasi berubah ketika Belanda berhasil menduduki ibu kota Yogyakarta pada 1948. Kala itu, situasi sangat mencekam. Soekarno sudah ditangkap Belanda. Proses pemerintahan pun sudah dijalankan secara darurat di Sumatera Barat. Salah satu yang tersisa di Yogyakarta adalah kiloan batang emas. Total, ada 7 ton emas yang tersisa.
Tak ingin seluruh emas itu diambil alih Belanda, para pejuang Indonesia pun memutuskan untuk melakukan penyelundupan emas. Diplomat Indonesia Aboe Bakar Lubis dalam “Kilas Balik Revolusi” (1992:248) mengatakan, penyelundupan emas dilakukan menggunakan truk dan gerobak sapi yang ditutupi oleh dedaunan. Ini dilakukan supaya pengangkutan emas tidak ketahuan tentara Belanda dan mata-mata. Seluruh emas dibawa dari kantor pusat Bank Nasional Indonesia di Yogyakarta ke bandara Maguwo, yang berjarak sekitar 10 Km.
Emas itu bakal diangkut pesawat tempur untuk dijual ke kasino di Makau. Saat itu, Makau telah dikenal sebagai pusat judi dunia dengan perputaran uang yang besar. Penerbangan pun dilakukan bertahap, dari Yogyakarta ke Filipina dan berhenti di Makau.
Aboe Bakar Lubis mengingat seluruh 7 ton emas milik Indonesia laku seharga Rp140 juta. Nominal tersebut sudah sangat besar pada masanya. Jika dikonversikan dengan harga emas sekarang, 7 ton emas nilainya dapat mencapai triliunan rupiah.
Keuntungan dari penjualan emas kemudian digunakan untuk perjuangan mempertahankan eksistensi Indonesia di luar negeri. Uang tersebut digunakan para diplomat dan kantor perwakilan Indonesia di sejumlah negara guna memperjuangkan kemerdekaan.