HALUAN.CO – Untuk pertama kalinya, India dan Filipina mengadakan patroli bersama di Laut China Selatan, sebuah wilayah yang selama ini menjadi pusat konflik regional.
Militer Filipina menyatakan bahwa latihan bersama tersebut berlangsung selama dua hari mulai Minggu (3/8/2025) dan melibatkan tiga kapal milik Angkatan Laut India.
Patroli ini berlangsung beberapa hari sebelum Presiden Ferdinand Marcos Jr. melakukan kunjungan kenegaraan ke New Delhi untuk bertemu Perdana Menteri Narendra Modi.
“Patroli dimulai kemarin sore dan masih berlanjut hingga saat ini. Saat ini sedang dilakukan pengisian ulang di laut,” kata Letkol John Paul Salgado dari Komando Barat Angkatan Bersenjata Filipina kepada AFP, Senin (4/8/2025).
Kapal-kapal India sempat bersandar di Manila sebelum bergabung dengan armada laut Filipina untuk misi patroli.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya Filipina untuk memperkuat aliansi militer dengan negara-negara mitra, menyusul insiden berulang dengan China yang masih mengklaim sebagian besar Laut China Selatan meskipun telah kalah di Mahkamah Arbitrase Internasional pada 2016.
Patroli bersama ini menandai pendalaman hubungan strategis antara Manila dan New Delhi, serta menunjukkan peningkatan koordinasi pertahanan mereka di tengah ketegangan regional yang terus meningkat.
Presiden Marcos juga diperkirakan akan menandatangani kerja sama di bidang hukum, teknologi, dan kebudayaan dalam kunjungannya, dengan fokus utama tetap pada kerja sama militer.
“Namun, perhatian utama akan tertuju pada potensi perjanjian pertahanan yang lebih mendalam,” ujar Asisten Menteri Luar Negeri Filipina, Evangeline Ong Jimenez-Ducrocq.
Filipina sebelumnya telah membeli rudal BrahMos dari India, sistem senjata supersonik dengan kecepatan mencapai 3.450 km/jam yang meningkatkan kapabilitas militernya.
India sendiri merupakan bagian dari kelompok Quad, aliansi strategis bersama AS, Jepang, dan Australia, yang sering kali dilihat China sebagai upaya untuk menghalangi pengaruh Beijing di kawasan Indo-Pasifik.
Quad, yang pertama kali dipelopori oleh Shinzo Abe, dipandang oleh China sebagai ancaman terhadap peran geopolitiknya.
Kegiatan patroli ini kemungkinan akan semakin menambah ketegangan di Laut China Selatan, terutama dengan meningkatnya aktivitas militer China yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.