HALUAN.CO – Praktik forest bathing, yang berasal dari Jepang dengan nama shinrin-yoku, semakin dikenal sebagai metode terapi yang berdampak positif bagi kesehatan tubuh dan mental.
Aktivitas ini tidak sekadar tren relaksasi, melainkan memiliki dasar ilmiah yang kuat dalam membantu mengurangi stres dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Dosen Kedokteran IPB University, dr. Widya Eka Nugraha, MSiMed, menjelaskan bahwa kegiatan seperti memeluk pohon bisa menenangkan, namun manfaatnya hanya terasa jika dilakukan dalam konteks yang tepat.
“Sebagian besar penelitian terkait pengaruh pohon terhadap stres dilakukan melalui setting forest bathing, bukan hanya dengan memeluk pohon semata,” ujar Widya dikutip dari Kompas.com, Selasa (5/8/2025).
Ia menambahkan, belum ada cukup bukti ilmiah untuk mendukung manfaat memeluk pohon jika dilakukan di luar aktivitas menyeluruh forest bathing.
Konsep Shinrin-yoku dan Terapi Indera
Shinrin-yoku, atau “mandi hutan”, adalah praktik yang mendorong seseorang untuk menyerap atmosfer alam menggunakan seluruh pancaindra.
Ini bukan kegiatan olahraga seperti mendaki, tetapi lebih pada menikmati dan merasakan hutan secara utuh—melihat pepohonan, mencium aroma dedaunan, mendengar suara burung, dan menghirup udara segar.
Jurnal Environmental Health and Preventive Medicine menjelaskan shinrin-yoku sebagai “bathing in the forest atmosphere.” Seiring waktu, praktik ini telah diakui sebagai bagian dari pendekatan medis preventif bernama Forest Medicine.
Manfaat Kesehatan dari Forest Bathing
Sejumlah studi dari Jepang menunjukkan berbagai manfaat forest bathing, antara lain:
- Membantu menurunkan tekanan darah dan detak jantung
- Meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, termasuk sel pembunuh alami
- Menurunkan hormon stres seperti kortisol dan noradrenalin
- Mengaktifkan saraf parasimpatis untuk efek relaksasi
- Membantu memperbaiki suasana hati dan kualitas tidur
- Meningkatkan hormon anti-penuaan dan metabolisme
Forest bathing juga berpotensi mendukung pemulihan pasien dan mencegah penyakit, termasuk infeksi pernapasan seperti Covid-19.
Menurut Widya, efek ini berkaitan dengan kombinasi antara stimulasi sensorik, pelepasan oksitosin, serta paparan senyawa alami pohon seperti phytoncides.
“Forest bathing cocok untuk stres ringan hingga sedang, seperti kelelahan emosional, kecemasan ringan, atau burnout,” jelasnya.
Pendekatan Holistik, Bukan Terapi Utama
Meski menjanjikan, Widya menegaskan bahwa forest bathing bukanlah pengganti pengobatan profesional, khususnya untuk gangguan mental berat.
Sebaliknya, terapi ini bisa menjadi bagian dari pola hidup sehat secara menyeluruh.
“Durasi forest bathing bervariasi, mulai dari 50 menit hingga 24 jam tergantung kebutuhan. Yang penting adalah konsistensi dan pendekatan menyeluruh,” kata dr Widya.
Praktik shinrin-yoku di Jepang kini menjadi bagian penting dalam menjaga keseimbangan hidup masyarakat urban, sebagai upaya mencegah stres berat hingga fenomena karoshi—kematian akibat kelelahan kerja.