HALUAN.CO – Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia, yang selama ini menjadi pilar utama perekonomian, kini menghadapi tantangan berat. Kenaikan harga bahan baku, biaya logistik yang meningkat, penurunan daya beli masyarakat, serta perubahan pola konsumsi menjadi faktor utama yang membuat banyak pelaku UMKM kesulitan bertahan. Kondisi ini mempengaruhi berbagai sektor, mulai dari kuliner, fashion, industri rumahan, hingga jasa.
Dengan kontribusi lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap sekitar 97% tenaga kerja, UMKM adalah sektor vital bagi Indonesia. Ketika UMKM berada dalam tekanan, dampaknya terasa di seluruh rantai ekonomi.
Kenaikan Harga Bahan Baku yang Signifikan
Salah satu keluhan terbesar pelaku UMKM dalam setahun terakhir adalah kenaikan harga bahan baku. Kenaikan ini terjadi hampir di semua kategori, termasuk bahan makanan seperti beras, gula, minyak, ayam, dan telur. Selain itu, bahan baku industri kecil seperti plastik, kemasan, kain, dan tinta printing juga mengalami kenaikan harga. Tidak ketinggalan, bahan bakar dan logistik, serta bahan baku impor yang terdampak fluktuasi kurs dolar turut menambah beban.
Kenaikan harga ini memaksa UMKM menghadapi dilema: menaikkan harga produk dengan risiko kehilangan pelanggan, atau mempertahankan harga dan menurunkan margin keuntungan. “Harga naik terus, tapi kalau dinaikkan pelanggan kabur. Margin kami habis,” ujar salah satu pelaku UMKM kuliner di Jakarta.
Konsumen Menahan Pengeluaran
Di sisi lain, daya beli masyarakat juga melemah. Biaya hidup meningkat akibat kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya transportasi, harga sewa rumah atau kos, dan angsuran. Akibatnya, banyak konsumen kini lebih selektif dan menunda pembelian non-esensial.
Tren yang terlihat adalah penurunan penjualan makanan premium, perlambatan di sektor fashion menengah, sepinya jasa kecantikan non-prioritas, serta turunnya permintaan produk hobi dan dekorasi rumah. Pembelian impulsif juga berkurang. UMKM kuliner masih memiliki pasar, tetapi cenderung menurun pada kategori dine-in, sementara budget meal dan menu murah cenderung naik.
Tidak hanya bahan baku, biaya operasional juga meningkat. Tarif logistik dan kurir naik, biaya sewa ruko atau kios meningkat, tagihan listrik dan gas melonjak, dan gaji karyawan ikut menyesuaikan. UMKM dengan margin tipis sangat tertekan, terutama bisnis kecil yang hanya mengandalkan transaksi harian.
Meskipun pemerintah membuka fasilitas pembiayaan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), banyak UMKM tidak memenuhi syarat administrasi, tidak memiliki agunan, belum tercatat secara legal, atau sudah memiliki tunggakan sebelumnya. Bagi UMKM baru, kebutuhan modal tambahan untuk membeli stok atau promosi sering tidak terpenuhi.
Pandemi mengubah cara konsumen berbelanja. Pelaku UMKM yang tidak cepat beradaptasi ke kanal digital akan tertinggal. Tantangan UMKM meliputi biaya iklan digital yang semakin mahal, persaingan marketplace yang ketat, algoritma platform yang sering berubah, dan komisi platform yang meningkat. Namun, UMKM yang mampu memanfaatkan media sosial justru tetap bertahan atau tumbuh.
Berikut strategi yang banyak dilakukan pelaku UMKM agar tetap hidup di tengah tekanan:
- Menyederhanakan menu atau produk untuk mengurangi varian agar biaya produksi dan stok lebih efisien.
- Mencari bahan baku alternatif dengan mengganti bahan impor dengan bahan lokal yang lebih stabil.
- Melakukan kolaborasi dan bundling dengan kerja sama antar UMKM untuk membuat paket hemat dan menarik.
- Memaksimalkan digital marketing organik melalui konten edukasi, storytelling, dan user-generated content yang dinilai lebih efektif dari iklan besar.
- Menjual produk versi kecil (affordable size) agar lebih terjangkau bagi konsumen yang sedang menghemat.
- Mengoptimalkan layanan pengiriman dengan menghadirkan promo pickup point atau free ongkir dengan syarat tertentu.
UMKM Indonesia sedang berada pada persimpangan sulit. Di satu sisi, tekanan biaya terus naik, sementara konsumen semakin menahan pengeluaran. Namun, UMKM yang adaptif terhadap teknologi, efisien dalam produksi, dan kreatif dalam mengelola bisnis tetap memiliki peluang bertahan.
Dengan dukungan kebijakan pemerintah, akses modal yang lebih mudah, dan literasi digital yang semakin meningkat, UMKM di Indonesia punya kesempatan untuk kembali bangkit dan menjadi motor ekonomi nasional.
