Haluan.co – Peternak Rakyat dan Peternak Mandiri menggelar aksi demo di depan kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (13/3).
Para peternak mandiri dan peternak rakyat yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Perunggasan Indonesia ini menyuarakan kerugian yang sudah dialami selama 5 tahun.
“Kerugian ini diakibatkan oleh praktek konglomerasi peternakan menguasai industri perunggasan tanpa memberikan peluang bagi peternak kecil untuk mengembangkan usahanya”, kata Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Jawa Tengah Parjuni dalam Aksi Damai tersebut.
Menanggapi hal tersebut, wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI meminta Pemerintah dan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) untuk segera menjawab tuntutan para peternak unggas dengan serangkaian kebijakan yang pro kepada para peternak berskala kecil seperti peternak ayam mandiri atau rakyat sesuai amanah UU nomor 41 tahun 2014 dan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
“Karena penguasaan terhadap industri peternakan unggas khususnya jenis ayam oleh korporasi besar sudah melampaui batas-batas persaingan usaha yang sehat dalam kaidah keadilan ekonomi. Kami minta Perhatian terhadap tuntutan para peternak tersebut harus ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan kebijakan pengembangan industri dan persaingan usaha peternakan yang mengedepankan prinsip persamaan dan keadilan”, ungkap Sultan melalui keterangan resminya pada Sabtu (15/04).
Menurut UU peternakan, kata Sultan, Pemerintahan dan pemerintah daerah dengan segala kewenangannya memiliki tanggung jawab mendorong agar sebanyak mungkin masyarakat menyelenggarakan budidaya ternak sesuai dengan pedoman budidaya ternak yang baik.
Praktek oligopoli pada industri peternakan unggas sangat menggangu mekanisme ekonomi nasional yang berasaskan pada ekonomi kerakyatan.
“Jika dibutuhkan, Pemerintah harus mendefinisikan secara jelas bahwa Peternakan unggas adalah industri yang hanya boleh dikembangkan oleh pelaku usaha atau kelompok usaha bersama peternakan unggas dengan skala usaha menengah ke bawah. Hal ini bertujuan untuk mendorong perkembangan dan memastikan perlindungan terhadap industri peternakan unggas rakyat dari praktek oligopoli korporasi”, tegas mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu.
Izin usaha peternakan kepada korporasi besar, lanjutnya, hanya bisa diberikan dengan syarat penerapan skema kemitraan yang saling menguntungkan.
Pemerintah harus mengidentifikasi persoalan pengembangan industri peternakan mandiri.
“Saya kira hambatan utama ketidakmampuan peternak mandiri untuk bersaing dengan korporasi adalah pada input pakan ternak. Sehingga Kita harus mendorong agar pemerintah mengembangkan kemandirian pakan di setiap daerah”, sambungnya.
Oleh karena itu, kata Sultan, perlu dibangun industri pakan ternak dalam skala besar.
Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional juga perlu mengambil bagian dalam melindungi kepentingan peternak ayam rakyat dengan menaikkan harga batas bawah dan batas atas daging ayam yang ada saat ini sesuai kebutuhan peternak rakyat.
“Pada sisi bisnis, kami berharap KPPU bisa menelaah secara saksama dampak oligopoli peternakan ayam terhadap industri dan mekanisme pasar. Dan kemudian menetapkan bahwa oligopoli peternakan ayam sebagai sebuah pelanggaran hukum niaga yang setidaknya harus diawasi dan dibatasi secara tegas oleh negara”, tutupnya.***