Haluan.co – Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin meminta Pemerintah untuk tidak keberatan dengan saran Bank Dunia agar menaikkan Standar minimal Paritas Daya Beli kelompok masyarakat miskin di Indonesia saat ini.
Menurut mantan ketua HIPMI Bengkulu itu, besaran pendapatan dan daya beli masyarakat miskin yang ditetapkan hanya sebesar 1,9 USD sudah tidak relevan jika diukur dengan tingkat inflasi yang terus naik sejak tahun 2011.
Nilai uang 10 tahun lalu tentu sudah mengalami penurunan akibat inflasi.
“Dan yang paling penting adalah kita semua tentu menginginkan bahwa dengan standar pendapatan dan belanja masyarakat “miskin” yang lebih tinggi akan meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat. Prinsipnya adalah Pemerintah harus menetapkan standar kesejahteraan yang ideal bagi semua warga bangsa”, tegas Sultan melalui keterangan resminya pada (10/05).
Dan agenda meningkatkan kesejahteraan umum itu, lanjutnya, merupakan amanah pembukaan UUD NRI 1945 yang wajib dijalankan oleh pemerintah.
Pemerintah tidak boleh mempertahankan standar paritas daya beli masyarakat pada standar yang rendah demi mencapai target politik pengentasan kemiskinan pemerintah.
“Jika kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan dengan pendekatan pengeluaran, maka negara mesti menetapkan standar kehidupan masyarakat dengan paritas daya beli yang sesuai dengan angka inflasi agar mampu menunjang kesejahteraan sosial. Dan saya kira ukuran pendapatan sebesar 1,9 USD sudah tidak relevan dengan angka inflasi nasional yang mencapai 4,33 persen saat ini”, urai mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu.
Oleh karena itu, kata Sultan, Semangat pembangunan berkelanjutan dalam kerangka kerja SDGs yang sejalan dengan tujuan pembangunan nasional harus terus ditingkatkan guna mendorong distribusi kesejahteraan kepada seluruh warga negara.
Di sisi lain, agenda pembangunan SDM tentu masih harus menjadi prioritas utama pembangunan ekonomi nasional.
Diketahui, Bank Dunia merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia supaya mengubah acuan tingkat garis kemiskinan yang diukur melalui paritas daya beli atau purchasing power parity.
Menurut Bank Dunia, seharusnya garis kemiskinan di Indonesia diukur dengan paritas daya beli melalui besaran pendapatan sebesar US$ 3,20 per hari, bukan dengan ukuran yang pemerintah gunakan sejak 2011 sebesar US$ 1,9 per hari.***