Jakarta – Pusat Data Nasional (PDN) baru-baru ini mengalami gangguan serius akibat serangan siber ransomware. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengungkapkan bahwa peretas meminta tebusan sebesar Rp 131 miliar. Serangan ini tidak hanya mengganggu PDN, tetapi juga berdampak pada sejumlah instansi pemerintah, termasuk sistem keimigrasian.
Ditjen Imigrasi menyampaikan bahwa serangan ke PDN telah mengakibatkan gangguan pada layanan keimigrasian. Dalam unggahan di akun Instagram resmi Ditjen Imigrasi, dijelaskan bahwa saat ini seluruh layanan keimigrasian terdampak oleh gangguan sistem di PDN.
“Saat ini sedang terjadi gangguan kesisteman pada Pusat Data Nasional (PDN) sehingga berdampak pada seluruh layanan keimigrasian,” ucap Ditjen Imigrasi.
Pemerintah tidak tinggal diam dan segera melakukan perbaikan. Menko Polhukam Hadi Tjahjanto menyebutkan bahwa ada permasalahan teknis yang menyebabkan gangguan pada pusat data. Ia menekankan pentingnya antisipasi terhadap kelemahan peralatan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
“Kemungkinan ada permasalahan-permasalahan teknis yang kita juga ketahui jangan sampai terjadi di kemudian hari. Biasa kan, kalau peralatan-peralatan mesti ada kelemahannya yang perlu kita antisipasi,” ungkap Hadi.
“Mudah-mudahan tidak terjadi lagi, dan ini perlu back up kan sebetulnya, ya. Itu mungkinkah back up-nya juga, juga jadi permasalahan,” tambahnya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa pihaknya masih mengumpulkan informasi terkait gangguan yang dialami PDN. Polri bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk mendalami apakah gangguan ini disebabkan oleh kendala teknis atau faktor lain.
“Kita sedang mengumpulkan informasi dan sedang kita dalami, bekerja sama dengan BSSN apakah kendala teknis atau ada hal lain,” kata Sigit di The Tribrata, Jakarta Selatan, Senin (24/6/2024).
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengungkapkan bahwa sebanyak 210 data instansi pemerintah terdampak oleh serangan peretas. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, menyebutkan bahwa instansi pemerintah yang diserang termasuk pemerintah daerah.
“Dari data yang terdampak ada 210 instansi, baik itu di pusat maupun daerah. Tadi, (Ditjen) Imigrasi berhasil melakukan relokasi dan menyalakan layanannya. Kemudian, LKPP sudah on, Kemenko Marves juga ada perizinan sudah on, dan (Pemerintah) Kota Kediri sudah on, dan yang lainnya lagi dalam proses. Jadi, kita memigrasi data-datanya,” ujar Semuel di Gedung Kementerian Kominfo.
Pemerintah terus berupaya melakukan pemulihan, meskipun belum diketahui kapan sistem akan pulih sepenuhnya. Semuel menjanjikan bahwa proses pemulihan akan dipercepat dengan koordinasi antara tenant dan penyedia layanan cloud.
“Nah ini prosesnya bagaimana, kecepatannya harusnya bisa dipercepat apabila ada koordinasi antara tenant dengan penyedia layanan cloud-nya,” kata Semuel.
Lebih lanjut, Dirjen Aptika menyebutkan bahwa berbagai pihak terkait, mulai dari Kominfo, BSSN, Cyber Crime Polri, Telkom, dan instansi pemerintah lainnya terus menelusuri penyebab serangan siber ransomware tersebut.
“Memang untuk masalah sekarang adalah investigasi atau digital forensik dan kami masih berproses, jadi sabar dulu. Dan, karena ini varian baru, jadi kami berkoordinasi dengan berbagai organisasi, baik dalam maupun luar negeri untuk serangan ransomware ini. Jadi, saat ini belum bisa dijabarkan lebih detail lagi,” pungkasnya.
Budi Arie mengonfirmasi bahwa ada permintaan uang tebusan dari peretas. “Menurut tim, (uang tebusan) 8 juta dolar,” ujar Budi Arie di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/6/2024). Budi menjawab pertanyaan wartawan apakah ada permintaan uang tebusan di balik serangan ransomware itu.
Dia tidak berbicara banyak mengenai uang tebusan tersebut dan langsung meninggalkan wartawan karena hendak mengikuti sidang kabinet paripurna bersama Presiden Joko Widodo.