Jakarta – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, mengungkapkan bahwa kelas menengah di Indonesia tidak mengalami penurunan kelas, melainkan bermigrasi ke pekerjaan informal sehingga tidak terdata oleh pemerintah. Mayoritas dari mereka yang bermigrasi ini adalah kalangan muda atau yang dikenal sebagai Gen Z.
Suharso menduga bahwa penurunan proporsi kelas menengah belakangan ini disebabkan oleh peralihan mereka ke sektor informal. Perubahan pekerjaan ini membuat mereka tidak terdata dalam statistik ekonomi resmi.
Suharso menggunakan istilah “self-employee” untuk menggambarkan para pekerja yang beralih ke sektor informal. Fenomena ini semakin marak terjadi selama pandemi Covid-19, ketika banyak perusahaan menerapkan kebijakan bekerja dari rumah.
Menurut Suharso, banyak pekerja yang memilih untuk melanjutkan bekerja dari rumah dengan keluar dari perusahaan mereka. Mereka kemudian memilih pekerjaan yang lebih fleksibel, seperti menjadi desainer grafis yang bekerja untuk perusahaan luar negeri secara daring.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Telisa Aulia Falianty, juga mencatat adanya pergeseran sektor pekerjaan ini. Berdasarkan data Sakernas Februari 2024, jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia mencapai 142,18 juta orang. Dari jumlah tersebut, pekerja penuh mencapai 93,27 juta orang.
Sementara itu, pekerja paruh waktu tercatat sebanyak 36,80 juta orang, turun 0,08 juta dibandingkan Februari 2023. Namun, kategori setengah pengangguran melonjak hingga 12,11 juta orang, naik 2,52 juta penduduk.
Telisa menilai bahwa banyaknya pekerja informal disebabkan oleh preferensi pekerjaan yang disukai oleh kalangan muda atau Gen Z. Kalangan muda lebih menyukai pekerjaan dengan waktu yang fleksibel. Dengan berkembangnya digitalisasi, semakin banyak kalangan muda yang bekerja sebagai freelancer atau pembuat konten digital.
Meski begitu, Telisa menilai bahwa pergeseran ini tidak bisa dipandang hanya sebagai peralihan sektor pekerjaan. Pergeseran ini berpengaruh pada pendapatan para pekerja. Tidak seperti pekerja formal, sektor informal ditandai dengan pendapatan yang tidak menentu.
Selain preferensi pekerjaan, Telisa juga menyebutkan bahwa membludaknya pekerja informal disebabkan oleh banyaknya perusahaan yang lebih suka merekrut pekerja dengan sistem outsourcing. Praktik perekrutan menggunakan sistem outsourcing semakin marak sejak diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja.