Jakarta – Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, mengungkapkan bahwa potensi resesi di Amerika Serikat (AS) dapat membawa sisi positif bagi Indonesia. Menurut Destry, kondisi ini akan mempercepat berakhirnya periode suku bunga acuan tinggi yang diterapkan oleh bank sentral AS dalam jangka waktu lama atau yang dikenal dengan istilah “higher for longer”.
Destry menegaskan bahwa meskipun perekonomian global sedang mengalami gejolak, ekonomi Indonesia telah menunjukkan ketahanan yang lebih baik. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang stabil di level 5% dan inflasi yang rendah di kisaran 2,13% per Juli 2024. Dengan demikian, meskipun AS mengalami resesi, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan tetap stabil di sekitar 5%, didukung oleh kuatnya konsumsi domestik dan investasi.
Seperti yang diketahui, indikator pendeteksi resesi di AS atau dikenal sebagai Sahm Rule Indicator, telah menunjukkan kenaikan yang konsisten. Data Sahm Rule mencatat kenaikan selama tiga bulan berturut-turut sejak Mei 2024, mencapai level 0,53% pada Juli 2024. Claudia Sahm, pencipta indikator ini, merancangnya sebagai alat untuk mendeteksi risiko resesi sehingga pemangku kepentingan dapat memberikan stimulus lebih awal guna menghindari pemburukan ekonomi lebih lanjut. Tujuan utamanya adalah bertindak cepat untuk mengurangi keparahan resesi dan membantu masyarakat.
Data historis meperlihatkan bahwa setelah peringatan Sahm Rule muncul atau ketika angka indikatornya mencapai 0,50 poin persentase, tingkat pengangguran cenderung meningkat. Bahkan dalam resesi yang paling ringan, seperti pada tahun 2001, tingkat pengangguran naik dua poin persentase dari titik terendah sebelum resesi. Data dari Bank of America (BofA) menunjukkan bahwa sejak tahun 1953, indikator Sahm tidak pernah salah dalam mendeteksi resesi dan tidak pernah terpicu di luar periode resesi.