Jakarta – Bank, asuransi, dan lembaga jasa keuangan (LJK) lainnya kini diwajibkan untuk melaporkan setiap kasus penyuapan hingga korupsi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kewajiban ini diatur dalam Peraturan OJK Nomor 12 Tahun 2024 tentang Penerapan Strategi Anti-Fraud bagi Lembaga Jasa Keuangan yang ditandatangani pada 23 Juli 2024. Peraturan ini mencakup jenis-jenis fraud, langkah mitigasi, hingga prosedur pelaporan kasus.
Dalam pasal 2 POJK tersebut, dijelaskan berbagai jenis perbuatan fraud yang dikelompokkan ke dalam enam tindakan utama:
- Korupsi: Meliputi benturan kepentingan yang merugikan LJK dan/atau konsumen, penyuapan, penerimaan tidak sah, dan/atau pemerasan.
- Penyalahgunaan Aset: Termasuk penyalahgunaan uang tunai, persediaan, dan/atau aset lainnya.
- Kecurangan Laporan Keuangan: Melibatkan melebihkan atau mengurangi kekayaan bersih dan/atau pendapatan bersih.
- Penipuan: Tindakan yang merugikan pihak lain dengan cara yang tidak sah.
- Pembocoran Informasi Rahasia: Mengungkapkan informasi yang seharusnya dirahasiakan.
- Tindakan Lain yang Setara dengan Fraud: Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban pelaporan ini berlaku untuk berbagai jenis LJK, termasuk bank umum, bank perekonomian rakyat, perusahaan efek, perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi.
Perusahaan pembiayaan, baik yang beroperasi secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah, juga termasuk dalam kewajiban ini.
LJK berbentuk dana pensiun, perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur, lembaga keuangan mikro, perusahaan pergadaian, dan lembaga penjaminan diberikan waktu lebih lama untuk melaporkan kasus fraud. Mereka diharuskan menyampaikan laporan kepada OJK maksimal 6 hari setelah fraud diketahui.