Jakarta – Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, memberikan beberapa catatan penting terkait Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Salah satu poin utama yang disorot adalah target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen. Menurut Huda, target ini dinilai sangat moderat, mengingat selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), target pertumbuhan ekonomi hanya tercapai sekali, yaitu pada tahun 2022.
Huda juga menyoroti alokasi dana pendidikan yang disesuaikan dengan mandatory spending sebesar 20 persen dari anggaran negara. Namun, ia mencatat bahwa kebutuhan belanja pendidikan meningkat seiring dengan masuknya program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dianggarkan sebesar Rp 71 triliun. Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih fokus pada perbaikan infrastruktur sekolah yang rusak, peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik, dan kebutuhan lainnya yang memerlukan pendanaan lebih besar.
Catatan ketiga dari Huda adalah pengurangan biaya infrastruktur, meskipun pembiayaan untuk Ibu Kota Nusantara (IKN) tetap berlanjut. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa proyek infrastruktur di bawah pemerintahan Presiden Jokowi akan dirasionalisasikan. Pengurangan ini bisa berdampak pada kelanjutan beberapa proyek yang sudah direncanakan sebelumnya.
Huda juga menyoroti tidak adanya pernyataan spesifik mengenai anggaran subsidi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik dalam RAPBN 2025. Ia menduga bahwa ada kemungkinan subsidi BBM akan dikurangi, yang bisa berdampak pada harga BBM di pasaran dan daya beli masyarakat.
Penerimaan perpajakan diprediksi hanya tumbuh sebesar 7,8 persen. Huda menjelaskan bahwa angka ini menunjukkan bahwa tidak diperlukan upaya lebih dari sektor perpajakan, kecuali jika target tahun ini tidak tercapai. Jika target tidak tercapai, maka pertumbuhan penerimaan perpajakan bisa lebih dari 7,8 persen.
Terakhir, Huda mencatat bahwa defisit anggaran terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat dari 2,29 persen menjadi 2,53 persen. Peningkatan ini memberikan ruang lebih luas bagi pemerintahan selanjutnya untuk menarik hutang lebih banyak dalam anggaran tahun depan. Hal ini bisa menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah dalam mengelola hutang dan anggaran negara.