Jakarta – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengkritik Presiden Joko Widodo yang mewariskan ‘gunung utang’ kepada presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto. Menurut peneliti dari Center of Industry, Trade, and Investment INDEF, Ariyo DP Irhamna, pembayaran bunga utang pemerintah mengalami pembengkakan yang signifikan. Bahkan, peningkatan ini tercatat sebagai yang terbesar sejak tahun 2022.
Peneliti dari Center of Macroeconomics and Finance INDEF, Riza Annisa Pujarama, menambahkan bahwa Prabowo akan langsung dihadapkan dengan pembayaran utang jatuh tempo sebesar Rp800,33 triliun pada tahun 2025. Rinciannya, Rp705,5 triliun berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp94,83 triliun lainnya berupa pinjaman.
Riza Annisa Pujarama memperingatkan bahwa semakin tinggi pembiayaan utang, maka bunga utang yang harus dibayar pemerintah akan terus membengkak. Hal ini menjadi perhatian serius mengingat RAPBN 2025 juga disusun dengan ketergantungan yang tinggi terhadap utang. Defisit APBN 2025 ditargetkan sebesar 2,53 persen atau setara dengan Rp616,2 triliun.
Pembayaran utang jatuh tempo di tahun-tahun berikutnya juga tidak kalah besar. Pada tahun 2026, pemerintah harus membayar utang sebesar Rp803,19 triliun, yang belum termasuk bunga. Selanjutnya, pada tahun 2027, utang yang harus dibayar mencapai Rp802,61 triliun, diikuti dengan Rp719,81 triliun pada tahun 2028, dan Rp632,3 triliun pada tahun 2029, yang merupakan akhir masa jabatan Prabowo Subianto.