Jakarta – Iran mengeluarkan peringatan keras kepada Israel setelah insiden pembunuhan tokoh Hamas. Amerika Serikat (AS) merespons dengan ancaman tegas kepada Iran jika negara tersebut menyerang Israel.
Iran dan sekutu-sekutu regionalnya telah bersumpah akan membalas pembunuhan besar-besaran yang terjadi pada akhir bulan lalu, yang dituding dilakukan oleh Israel. Salah satu insiden yang memicu ketegangan adalah pembunuhan pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran. Hingga kini, Tel Aviv belum memberikan komentar resmi terkait insiden tersebut.
Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, mengungkapkan harapannya agar sekutu-sekutu asing turut bergabung “dalam menyerang” Iran jika negara Syiah tersebut melancarkan serangan balasan terhadap Tel Aviv. Pernyataan ini disampaikan Katz kepada Menteri Luar Negeri Prancis, Stephane Sejourne, dan Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, yang sedang berkunjung ke Yerusalem pekan ini.
Seperti dilansir AFP, Sabtu (17/8/2024), Sejourne menanggapi pernyataan Katz dengan menyebut komentar tersebut “tidak pantas”. Sejourne menambahkan bahwa “tidak pantas” karena untuk membahas respons terhadap serangan apa pun saat proses diplomasi sedang berjalan untuk mencegahnya. Pernyataan ini menekankan pentingnya upaya diplomasi dalam meredakan ketegangan yang sedang berlangsung.
AS kembali melontarkan peringatan keras kepada Iran di tengah penantian serangan balasan terhadap Israel atas pembunuhan pejabat tinggi Hamas akhir bulan lalu. Washington menegaskan bahwa Teheran akan menghadapi konsekuensi “bencana” jika mereka menyerang Tel Aviv.
Amerika Serikat juga memperingatkan bahwa serangan Iran terhadap Israel dapat menghentikan momentum menuju gencatan senjata di Jalur Gaza, setelah konflik berlangsung selama 10 bulan terakhir. Peringatan ini menunjukkan betapa rapuhnya situasi di kawasan tersebut dan pentingnya menjaga stabilitas.
Presiden Joe Biden, pada Jumat (16/8) waktu setempat, menyatakan bahwa gencatan senjata dalam perang Gaza “semakin dekat” setelah perundingan selama dua hari berlangsung di Qatar. Dalam perundingan tersebut, para mediator dari AS mengajukan proposal untuk mempersempit kesenjangan antara pihak-pihak yang bertikai.
