Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa nilai produksi sektor kelapa sawit mencapai Rp 729 triliun sepanjang tahun 2023. Angka ini memberikan kontribusi sebesar Rp 88,7 triliun terhadap penerimaan negara.
Nursidik Istiawan, Analis Kebijakan Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, mengungkapkan bahwa besarnya nilai setoran dari sektor kelapa sawit ini didorong oleh berbagai insentif perpajakan yang diberikan. Insentif ini mencakup tax allowance, pembebasan bea masuk, fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), dan fasilitas Kawasan Berikat yang mendukung ekspor.
Selain itu, produk kelapa sawit juga menyumbang bea keluar sebesar Rp 6,1 triliun dari ekspor sepanjang tahun 2023. Penerimaan dari pos Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) juga tercatat mengumpulkan pungutan ekspor senilai Rp 32,4 triliun pada tahun lalu.
Nursidik menjelaskan bahwa pungutan ekspor ini akan dikembalikan kepada pengusaha industri sawit melalui Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit yang akan dibagikan setiap tahunnya. Kemenkeu mencatat bahwa porsi pungutan ekspor ini mencapai 36,24% dari total pendapatan BLU sebesar Rp 89,4 triliun pada tahun 2023.
Fasilitas perpajakan yang dimanfaatkan oleh industri sawit meliputi tax allowance, pembebasan bea masuk, fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), dan fasilitas Kawasan Berikat. Semua fasilitas ini bertujuan untuk mendukung ekspor dan meningkatkan daya saing industri kelapa sawit di pasar internasional.