Jakarta – Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menargetkan realisasi investasi sebesar Rp1.900 triliun hingga Rp2.000 triliun pada tahun 2025, yang merupakan tahun pertama pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Target ini menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 16 persen dari target realisasi investasi tahun 2024 yang dipatok sebesar Rp1.650 triliun.
Wakil Menteri Investasi, Yuliot Tanjung, menjelaskan bahwa target realisasi investasi sebesar Rp1.650 triliun pada tahun 2024 sudah cukup besar. Namun, menurutnya, target tersebut harus tercapai untuk mendukung pertumbuhan perekonomian nasional yang diproyeksikan berada di kisaran 5 persen hingga 5,5 persen.
Presiden Terpilih Prabowo Subianto telah mencanangkan target pertumbuhan ekonomi yang lebih ambisius, yaitu sebesar 7 persen hingga 8 persen pada masa pemerintahannya nanti. Oleh karena itu, Yuliot menekankan pentingnya menggenjot kegiatan investasi untuk mencapai target pertumbuhan tersebut.
Yuliot mengungkapkan bahwa selama ini kebijakan terkait investasi masih bersifat terpisah-pisah. Oleh sebab itu, ia menekankan perlunya integrasi antara kementerian dan lembaga terkait untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia. Pemerintah perlu menyesuaikan berbagai kebijakan yang terkait dengan investasi agar lebih terkoordinasi dan efektif.
Dalam pelaksanaan kegiatan investasi, Yuliot menegaskan bahwa investor tentu membutuhkan dukungan pembiayaan dari lembaga perbankan dan lembaga keuangan. Menurutnya, tidak mungkin investor melaksanakan kegiatan investasi seluruhnya dari modal sendiri. Oleh karena itu, dukungan dari sektor perbankan dan keuangan sangat krusial.
Kementerian Investasi/BKPM telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama Bank Indonesia (BI) tentang kerja sama dan koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang BI dan Kementerian Investasi/BKPM. Gubernur BI, Perry Warjiyo, meyakini bahwa nota kesepahaman tersebut sangat strategis dalam memperkuat sinergi dan koordinasi antara kedua lembaga dalam meningkatkan investasi, daya saing, dan mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, yang pada akhirnya akan menambah kesejahteraan rakyat Indonesia.
Perry Warjiyo menyebut bahwa nota kesepahaman tersebut mencakup banyak hal penting dalam memperkuat sinergitas kedua lembaga. Pertama, koordinasi dalam pelaksanaan kebijakan investasi serta kebijakan makro ekonomi, moneter, dan makroprudensial baik di tingkat nasional maupun di daerah. Kedua, koordinasi dan kerja sama dalam perizinan sektor keuangan dan kebijakan investasi lainnya guna memperkuat iklim investasi, iklim usaha, dan daya saing ekonomi Indonesia.