Jakarta – Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak, akan menghadapi persaingan sengit dalam Pilgub Jatim 2024. Mereka akan bersaing dengan pasangan Tri Rismaharini-Zahrul Azhar Asumta atau Gus Hans dan Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim. Pengamat politik dari Universitas Brawijaya, Anang Sujoko, menilai bahwa Khofifah-Emil membutuhkan usaha ekstra untuk memenangkan Pilgub Jatim.
Menurut Anang, munculnya pasangan Risma-Gus Hans dan Luluk-Lukmanul berpotensi menggerus suara Khofifah-Emil, terutama dari kalangan Nahdliyin—sebutan bagi warga Nahdlatul Ulama atau NU. Meski didukung oleh 15 partai politik, Khofifah-Emil harus mewaspadai gerakan dan manuver tim pemenangan serta simpatisan kedua pesaingnya. Gus Hans, sebagai tokoh muda NU, memiliki basis massa yang loyal. Begitu pula dengan Luluk yang didukung oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai pemenang pemilu legislatif di Jatim.
Anang menyebutkan bahwa pertarungan Pilkada Jatim 2024 akan berjalan sengit karena ketiga bakal calon gubernur adalah sosok perempuan atau srikandi yang berpengalaman di dunia eksekutif maupun legislatif. Khofifah adalah petahana Gubernur Jatim, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muslimat NU, mantan Menteri Sosial, dan mantan anggota DPR RI. Luluk merupakan politikus PKB dan anggota DPR RI. Sedangkan Risma adalah Menteri Sosial, pernah menjabat Wali Kota Surabaya dua periode, dan Ketua United Cities and Local Government Asia-Pacific (UCLG Aspac).
Pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, menilai bahwa Jatim merupakan daerah dengan arena politik yang unik dan susah ditebak oleh para bakal calon yang mengikuti Pilkada 2024. Surokim menjelaskan bahwa Jatim memiliki beragam kondisi geografis dan karakter daerah yang berbeda-beda, yang pada akhirnya mempengaruhi pembentukan karakter masyarakat yang plural. Oleh karena itu, dibutuhkan ketepatan dan ketelitian dalam membuat strategi politik.
Peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC), Surokim, menuturkan bahwa waktu yang mepet menjadi tantangan tersendiri bagi para pembuat strategi untuk setiap pasangan calon kepala daerah. Menurutnya, calon kepala daerah yang memiliki banyak jurus elektoral lah yang akan memenangi persaingan.