Jakarta – Rekor suhu panas kembali pecah tahun ini, dengan suhu yang lebih panas 0,69 derajat Celsius dari rata-rata tahun 1991 hingga 2020. Menurut Copernicus, layanan perubahan iklim Eropa, angka suhu itu melewati rekor musim panas tahun lalu yang hanya mencatat 0,03 derajat Celsius.
Data dari Copernicus menunjukkan bahwa periode Juni hingga Agustus tahun ini, selama musim panas di belahan Bumi Utara, merupakan periode terpanas di dunia sejak 1940. Ini merupakan rekor baru dari rangkaian rekor panas global yang terjadi. Namun, para ilmuwan memperingatkan bahwa rekor ini tidak akan menjadi yang terakhir, mengingat manusia terus menggunakan bahan bakar fosil yang memanaskan Bumi dan meningkatkan suhu global.
Pemanasan global tersebut berdampak besar terhadap kesehatan dan kehidupan manusia. Saat ini, banyak negara di seluruh dunia mengalami suhu musim panas yang brutal, gelombang panas yang mematikan, rekor kebakaran hutan, dan badai mematikan. Bahkan di musim dingin di belahan Bumi Selatan, suhu panasnya sangat ekstrem.
Australia pada bulan lalu memecahkan rekor nasional untuk hari terpanas sepanjang Agustus dengan suhu menembus 41,6 derajat Celsius. Sementara itu, beberapa bagian Antartika suhunya naik hingga 50 derajat Celsius di atas normal pada Juli lalu. Menurut Copernicus, dengan suhu rata-rata 16,82 derajat Celsius, suhu tersebut 1,51 derajat Celsius lebih hangat daripada rata-rata bulan Agustus pada era pra-industri.
Secara keseluruhan, 12 bulan dari September 2023 hingga Agustus 2024 adalah yang terpanas yang pernah tercatat dalam satu tahun, dan 1,64 derajat Celsius lebih hangat daripada tingkat pra-industri. Para ahli percaya ada sejumlah faktor yang menyebabkan suhu global berfluktuasi. Ini termasuk pola iklim seperti El Nino, yang berasal dari Samudra Pasifik dan mempunyai efek pemanasan planet, serta faktor yang disebabkan oleh manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil yang menjadi faktor utama krisis iklim.
El Nino, yang turut memicu rekor suhu tahun lalu, berakhir pada bulan Juni, namun para ilmuwan mengatakan bahwa dampaknya tidak akan segera berhenti. Namun, mereka mengatakan hal itu ‘tidak dapat dihindari mengingat lambatnya tindakan pemerintah’ untuk mengurangi polusi yang memanaskan bumi.
Para ilmuwan sudah lama memperingatkan bahwa dunia harus membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat di atas tingkat pra-industri untuk mencegah dampak perubahan iklim yang paling dahsyat. Burgess juga memperingatkan akan ada hal yang lebih buruk yang akan datang jika kondisi ini tidak berubah.