Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan drastis sejak krisis Pandemi Covid-19. Namun, penurunan ini tidak hanya disebabkan oleh pandemi dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), tetapi juga oleh kebiasaan sehari-hari seperti kebutuhan terhadap air kemasan.
Bambang, seorang ekonom terkemuka, menekankan bahwa kebiasaan mengkonsumsi air dalam kemasan tidak terjadi di semua negara. Di negara maju, contohnya, warga kelas menengah terbiasa menenggak air minum yang telah disediakan oleh pemerintah di tempat-tempat umum. Dengan adanya fasilitas air minum massal ini, masyarakat di negara maju tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli minum.
Meski begitu, Bambang mengatakan bahwa kebutuhan air minum hanyalah satu dari banyak faktor lain yang menyebabkan banyak kelas menengah turun ‘kasta’ ke kelas ekonomi yang lebih rendah. Menurutnya, faktor utama tumbangnya kelas menengah di Indonesia adalah pandemi Covid-19. Selama pandemi, banyak kelas menengah kehilangan pekerjaan, sementara sebagian lainnya mengalami kebangkrutan bisnis.
Setelah pandemi mereda, masyarakat kembali dihantam oleh masalah lain seperti tingkat suku bunga yang tinggi. Kenaikan suku bunga ini turut mempengaruhi perekonomian. Selain itu, upaya kelas menengah untuk bangkit dari Covid-19 juga dihantam oleh naiknya harga beras karena efek El Nino. Meskipun inflasi secara umum stabil, kenaikan harga beras ini membuat daya beli kelas menengah menurun.
Bambang juga mengingatkan bahwa fenomena judi online turut mempengaruhi kondisi perekonomian seseorang karena sifatnya yang sangat adiktif. Menurutnya, karena judi online merupakan kegiatan yang adiktif, pendapatan seseorang bisa cepat sekali habis.
Berdasarkan catatan BPS, pada 2019 jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 57,33 juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk. Namun, sekarang di tahun 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara 17,13%. Hal ini berarti ada sekitar 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas.
Data juga menunjukkan bahwa kelompok masyarakat kelas menengah rentan atau aspiring middle class malah naik, dari 2019 yang hanya sebanyak 128,85 juta atau 48,20% dari total penduduk, menjadi 137,50 juta orang atau 49,22% dari total penduduk pada 2024. Demikian juga dengan angka kelompok masyarakat yang rentan miskin ikut membengkak dari 2019 sebanyak 54,97 juta orang atau 20,56%, menjadi 67,69 juta orang atau 24,23% dari total penduduk di ahun 2024. Artinya, banyak golongan kelas menengah yang turun kelas ke dua kelompok tersebut.
Selain turun kelas, selama 10 tahun terakhir penduduk kelas menengah di Indonesia juga rentan miskin. Hal ini tercermin dari modus pengeluaran penduduk kelas menengah yang cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokan dan semakin mendekati batas bawahnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok kelas menengah akan lebih sulit untuk lompat menuju kelas atas, dan rentan untuk jatuh ke kelompok aspiring middle class atau kelompok kelas menengah rentan, bahkan rentan miskin.