Jakarta – Serangan udara Israel yang brutal menghantam sebuah sekolah di wilayah Gaza, Palestina, menewaskan enam staf badan pengungsi Palestina PBB atau UNRWA. Insiden ini terjadi pada hari Rabu (11/9) waktu setempat dan menjadi jumlah korban tewas tertinggi di antara staf UNRWA dalam satu insiden.
UNRWA melaporkan bahwa sekolah tersebut telah diserang sebanyak lima kali sejak perang dimulai. Sekolah ini menampung sekitar 12 ribu orang, yang sebagian besar adalah pengungsi Palestina. Serangan ini menambah panjang daftar kekerasan yang dialami oleh warga sipil di Gaza.
Sebelumnya pada hari Rabu, militer Israel mengeluarkan pernyataan bahwa mereka melakukan serangan terhadap pusat komando dan kendali di Nuseirat, Gaza tengah, yang diklaim dioperasikan oleh faksi militan Palestina, Hamas. Serangan ini, menurut kantor media pemerintah, menewaskan sedikitnya 18 orang, termasuk anggota staf UNRWA.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyatakan kepada Reuters bahwa kurangnya akuntabilitas atas pembunuhan staf Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pekerja bantuan kemanusiaan di Gaza “sama sekali tidak dapat diterima.” Pernyataan ini mencerminkan keprihatinan mendalam atas eskalasi kekerasan yang terus berlanjut di wilayah tersebut.
Militer Israel mengklaim bahwa mereka telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi risiko bahaya bagi warga sipil. Mereka juga menyatakan bahwa setidaknya sepertiga dari korban tewas warga Palestina di Gaza adalah militan. Israel menuduh Hamas menggunakan warga sipil Palestina sebagai tameng manusia, tuduhan yang telah dibantah oleh Hamas.
Perang di Gaza dimulai sejak 7 Oktober lalu ketika Hamas melancarkan serangan terhadap Israel, menewaskan 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang, menurut penghitungan Israel. Serangan-serangan balasan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 41.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan wilayah Gaza yang dikuasai Hamas.
Serangan udara yang terus berlanjut di Gaza telah menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi warga sipil. Ribuan orang kehilangan tempat tinggal dan akses terhadap kebutuhan dasar seperti makanan, air, dan layanan kesehatan. Situasi ini semakin diperburuk oleh blokade yang diberlakukan oleh Israel, yang membatasi masuknya bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut.
Komunitas internasional telah menyerukan penghentian kekerasan dan perlindungan bagi warga sipil di Gaza. Namun, upaya diplomatik untuk mencapai gencatan senjata yang langgeng masih menghadapi banyak hambatan. Sementara itu, penderitaan warga sipil terus berlanjut di tengah konflik yang tak kunjung usai.