Tel Aviv – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan perluasan tujuan perang negaranya. Netanyahu menegaskan bahwa kembalinya penduduk Israel di wilayah utara yang sebelumnya mengungsi akibat serangan lintas perbatasan dengan kelompok Hizbullah, sekutu Hamas, kini menjadi salah satu tujuan utama perang.
Pasukan Israel dan kelompok bersenjata Lebanon yang didukung Iran, Hizbullah, telah saling melancarkan serangan lintas perbatasan hampir setiap hari sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu. Hizbullah menyatakan bahwa serangan mereka adalah bentuk dukungan untuk Palestina.
Para pejabat Hizbullah menyatakan bahwa kelompok mereka akan menghentikan serangan dan mundur jika gencatan senjata tercapai antara Hamas dan Tel Aviv di Jalur Gaza. Namun, Israel menegaskan bahwa mereka tidak bisa membiarkan kelompok militan tersebut tetap berada di area perbatasan di Lebanon bagian selatan.
Rentetan tindak kekerasan selama beberapa bulan terakhir telah menewaskan ratusan orang, yang sebagian besar merupakan petempur Hizbullah di Lebanon, serta warga sipil dan tentara di kubu Israel. Pertempuran ini juga memaksa puluhan ribu orang di kedua negara, terutama di perbatasan Israel dan Lebanon, untuk meninggalkan rumah-rumah mereka.
Pada Senin (16/9), Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, menyatakan kepada utusan Amerika Serikat (AS) yang datang berkunjung bahwa “aksi militer” menjadi “satu-satunya cara yang tersisa untuk memastikan kembalinya masyarakat Israel bagian utara ke rumah-rumah mereka”.
Sementara itu, Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, memperingatkan Israel bahwa eskalasi konflik dengan Hizbullah di Lebanon bisa menimbulkan dampak “menghancurkan” terhadap rakyat Israel, Lebanon, dan kawasan Timur Tengah. Austin, menurut Pentagon atau Departemen Pertahanan AS dalam pernyataannya, menasihati Gallant agar Tel Aviv memberikan kesempatan kepada perundingan diplomatik untuk bisa berhasil.