Jakarta – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memutuskan untuk menunda pengesahan revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) Nomor 24 Tahun 2003 hingga periode legislatif berikutnya. Keputusan ini diambil dalam rapat kerja Komisi III yang dihadiri oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas pada Selasa, 17 September 2024 di Senayan.
Dalam rapat tersebut, disepakati bahwa legislator DPR periode mendatang akan melanjutkan pembahasan RUU MK yang telah disetujui di tingkat satu. Menkumham Andi Agtas menyetujui keputusan ini dan langsung menandatangani draf RUU MK. Adies Kadir, Ketua Komisi III, menyampaikan terima kasih kepada Andi Agtas atas penandatanganan dokumen tersebut.
Sebelumnya, pembahasan revisi UU MK dilakukan dengan cepat dan tanpa diskusi yang panjang. Anggota Komisi III dari fraksi PAN, Sarifuddin Sudding, mengungkapkan bahwa rapat hanya berlangsung selama 15 menit sebelum akhirnya disetujui pada Senin, 13 Mei 2024.
Beberapa pasal dalam draf revisi UU MK dianggap berpotensi melemahkan Mahkamah Konstitusi itu sendiri. Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal Sisipan 23 A, yang menyebutkan bahwa hakim konstitusi yang telah menjabat selama lima tahun atau satu periode harus mendapatkan persetujuan dari lembaga pengusul untuk dapat melanjutkan masa jabatannya selama lima tahun berikutnya. Tanpa persetujuan tersebut, hakim konstitusi harus meninggalkan jabatannya di MK. Lembaga pengusul yang memilih sembilan hakim konstitusi adalah presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.
Revisi UU MK ini menuai kritik dari berbagai pihak, salah satunya dari Ketua Majelis Kehormatan MK (MKMK), I Dewa Gede Palguna. Ia mengungkapkan ketidakpercayaannya terhadap revisi yang dilakukan secara diam-diam saat masa reses. Palguna menilai bahwa proses revisi yang tidak transparan ini dapat merusak integritas dan independensi Mahkamah Konstitusi.
Penundaan pengesahan revisi UU MK ini memberikan waktu bagi legislator periode mendatang untuk melakukan pembahasan yang lebih mendalam dan transparan. Diharapkan, dengan adanya diskusi yang lebih terbuka, revisi UU MK dapat menghasilkan undang-undang yang lebih baik dan tidak merugikan institusi Mahkamah Konstitusi.