Jakarta – Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Agustyaty, mengungkapkan adanya dugaan tekanan struktural sebagai penyebab pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pelaksanaan Pilkada 2024. Menurutnya, tekanan ini sering kali datang dari kepala daerah yang merupakan petahana. Dalam situasi birokrasi yang belum maksimal, ada kekhawatiran bahwa jika jajaran di bawahnya tidak mematuhi perintah kepala daerah tersebut, karier mereka sebagai ASN akan terancam.
Khoirunnisa memberikan contoh konkret mengenai situasi ini. Ia menjelaskan bahwa seorang kepala daerah yang sedang menjabat mungkin akan menggunakan posisinya untuk mempengaruhi bawahannya. Jika perintah kepala daerah tidak diikuti, ASN yang bersangkutan bisa saja menghadapi konsekuensi negatif dalam kariernya. Hal ini menciptakan tekanan yang signifikan bagi ASN untuk tidak bersikap netral.
Selain tekanan struktural, Khoirunnisa juga menyoroti beberapa budaya kerja yang turut memicu pelanggaran netralitas ASN. Salah satunya adalah keinginan untuk menyenangkan atasan. ASN yang ingin mendapatkan perhatian positif dari pejabat yang lebih tinggi sering kali merasa perlu untuk menunjukkan loyalitas, bahkan jika itu berarti melanggar prinsip netralitas.
Budaya kerja lainnya adalah perasaan senang jika dekat dengan pejabat yang lebih tinggi jabatannya. Kedekatan ini sering kali dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, yang pada akhirnya merusak integritas dan netralitas ASN dalam proses pemilihan.
Themis Indonesia Law Firm menerbitkan peta sebaran sepuluh provinsi di Indonesia yang berpotensi terjadi kecurangan pilkada terkait pelanggaran netralitas ASN. Penelitian ini dilakukan oleh Themis dan Yayasan Dewi Keadilan Indonesia dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode ini didasarkan pada perbandingan antara jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan jumlah ASN di masing-masing provinsi.
Dalam dokumen yang diterbitkan oleh Themis dengan judul “Peta Sebaran Potensi Kecurangan Pengerahan ASN Pada Pilkada Serentak 2024”, diulas bagaimana peran ASN dalam kecurangan pilkada serentak ini. Dokumen tersebut mengungkapkan bahwa wilayah dengan jumlah ASN yang besar umumnya memiliki potensi pelanggaran netralitas yang lebih tinggi.
Dari keterangan yang disampaikan dalam dokumen tersebut, disimpulkan bahwa tingginya jumlah ASN di suatu wilayah berpotensi mewujudkan pelanggaran netralitas yang lebih signifikan. ASN tidak hanya dimanfaatkan untuk mempengaruhi suara dalam pencoblosan, tetapi juga digunakan untuk mengintervensi pilihan massa. Hal ini bertujuan untuk mempengaruhi hasil pemilihan agar paslon yang didukung oleh kepala daerah atau pejabat tertentu dapat menang.