Jakarta – Kedutaan Besar Iran di Lebanon akhirnya angkat bicara terkait serangan besar-besaran Israel yang menargetkan markas besar kelompok milisi Hizbullah dan pemimpinnya, Hassan Nasrallah. Dalam cuitannya di platform X, Kedubes Iran menyebut serangan Israel di pinggiran selatan Beirut sebagai eskalasi berbahaya yang akan “memberikan hukuman yang pantas pada pelakunya”.
Dilansir dari Reuters, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan kejahatan perang yang harus dipertanggungjawabkan oleh Israel dan Amerika Serikat. Kanaani menegaskan bahwa tindakan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa ada konsekuensi yang serius.
Sebelumnya, militer Israel melancarkan serangan terbaru dengan menargetkan markas besar Hizbullah di pinggiran selatan ibu kota Beirut, Lebanon, pada Jumat (27/9) waktu setempat. Serangan ini mengguncang Beirut dan menyebabkan kepulan asap tebal yang terlihat dari berbagai penjuru kota.
Kantor berita Axios mengutip sumber Israel yang mengatakan bahwa pemimpin Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah, menjadi sasaran utama dalam serangan tersebut. Namun, pihak Hizbullah mengklaim bahwa Nasrallah dalam kondisi aman. Kantor berita Iran, Tsanim, juga melaporkan bahwa Nasrallah selamat dari serangan tersebut.
Al-Manar, televisi Hizbullah, telah melaporkan bahwa terdapat empat bangunan hancur dan banyak korban akibat dari serangan Israel tersebut. Sementara itu, militer Israel mengklaim telah melakukan serangan terhadap markas Hizbullah dengan tepat sasaran yang “tertanam di bawah bangunan tempat tinggal di jantung Dahiyeh di Beirut”.
Saat serangan terjadi, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sedang berada di New York, Amerika Serikat, untuk berpidato di hadapan Sidang Majelis Umum PBB. Dalam pidatonya, Netanyahu menegaskan komitmen Israel untuk melanjutkan serangan terhadap pejuang yang didukung Iran di Lebanon.
Eskalasi yang terjadi minggu ini telah mengakibatkan sekitar 100.000 orang yang mengungsi di Lebanon, sehingga jumlah total pengungsi di negara tersebut menjadi lebih dari 200.000 orang akibat serangan tersebut.