Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto mengungkapkan bahwa kawasan Intan Jaya dan Ilaga di Papua Tengah, serta kawasan Nduga di Papua Pegunungan masih memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi. Namun, Hadi menegaskan bahwa kerawanan tersebut masih bisa diatasi dengan upaya yang tepat.
Hadi menjelaskan bahwa tidak semua kawasan di Papua rawan konflik sosial. Menurutnya, berbagai program pemerintah di Papua, termasuk pemekaran daerah, dapat mengontrol konflik sosial dan meningkatkan kesejahteraan warga setempat. Ia menekankan pentingnya menyamakan persepsi di antara semua pihak untuk mencegah konflik sosial di Papua. Selain itu, dialog dan komunikasi dengan warga setempat harus diutamakan untuk mencegah konflik.
Saat ini, terdapat enam provinsi di wilayah Papua, empat di antaranya merupakan provinsi baru hasil pemekaran daerah. Enam provinsi tersebut adalah Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Papua Barat Daya. Pembentukan daerah otonom baru (DOB) di Papua ini tidak lepas dari kritik.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai bahwa penyebab ketidaksejahteraan masyarakat Papua adalah kebijakan pemerintah pusat, bukan karena jumlah provinsi yang sedikit. Feri berpandangan bahwa pembentukan DOB bukanlah solusi untuk mengatasi masalah kesejahteraan masyarakat setempat. Ia juga menilai bahwa naskah akademik dan kajian yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat tidak mendalam dan tidak mumpuni untuk dijadikan alasan pemekaran provinsi di sana.
Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth, juga pesimistis bahwa pembentukan DOB bisa mewujudkan kemandirian Papua. Menurutnya, selama 20 tahun Otonomi Khusus (Otsus) Papua pun tida