Jakarta – Promosi Bahlil Lahadalia sebagai doktor di Universitas Indonesia (UI) telah menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat. Ketidakpuasan sebagian masyarakat telah mengaburkan akhlak, adab, serta logika berpikir, sehingga banyak pihak mudah menghakimi dan menjatuhkan vonis terhadap universitas serta para penggiat akademis yang terlibat dalam proses promosi ini. Teguh Dartanto, salah satu co-promotor Bahlil Lahadalia, memberikan penjelasan yang bertujuan untuk meluruskan berbagai anggapan yang beredar.
Bahlil Lahadalia telah menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Ekonomi di Universitas Cenderawasih (UNCEN) pada tahun 2009, memenuhi syarat untuk mendaftar program S3 di Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG) UI.
Penelitian Bahlil Lahadalia berfokus pada kebijakan hilirisasi nikel. Bahlil Lahadalia ingin mengetahui apakah kebijakan tersebut telah berjalan secara akademis, tepat dan apasaja langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan. Kewenangan Bahlil Lahadalia dalam kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan bagi masa depan kebijakan hilirisasi di Indonesia.
Teguh Dartanto menekankan bahwa ia bukan staf ahli di kementerian investasi, melainkan seorang narasumber ahli. Komposisi tim promotor, yang terdiri dari Prof. Chandra Wijaya, Teguh Dartanto, dan Athor Subroto, melibatkan banyak diskusi dan perdebatan terkait metodologi serta cakupan penelitian. Penilaian kualitas disertasi Bahlil Lahadalia terkadang dihakimi dengan perspektif yang sempit, mengabaikan sifat interdisipliner dari program doktor di SKSG.
Selama dua tahun, Bahlil Lahadalia melakukan penelitian lapangan di Morowali dan Weda Bay, serta wawancara dengan para ahli di Korea, Tiongkok, dan Amerika Serikat. Proses ini dirancang untuk memperkaya penelitian dengan perspektif global terkait hilirisasi dan industrialisasi. Teguh Dartanto juga aktif memastikan bahwa Bahlil Lahadalia mengikuti prosedur wawancara dengan baik.
Di tengah perjalanan akademisnya, muncul isu mengenai publikasi di jurnal yang dinyatakan predator. Teguh Dartanto menjelaskan bahwa publikasi tersebut tidak lagi diakui sejak Maret-April 2024, dan Bahlil Lahadalia telah memenuhi syarat publikasi yang diperlukan untuk kelulusan. Nota dinas dari Dewan Guru Besar FEB UI juga menunjukkan pentingnya memperoleh persetujuan untuk mencantumkan nama dosen dalam publikasi.
Bahlil Lahadalia secara administratif memenuhi semua syarat untuk maju ke tahap promosi. Ia telah menempuh empat semester dan memenuhi syarat publikasi yang ditetapkan. Teguh Dartanto menandatangani persetujuan disertasi, dan memastikan bahwa Bahlil Lahadalia menyajikan hasil penelitiannya secara jujur dan terbuka.
Isu plagiasi yang menuding disertasi Bahlil Lahadalia memiliki kemiripan 95% dengan skripsi di UIN Jakarta telah dibantah. Teguh Dartanto melakukan pengecekan mendalam dan menemukan persentase kemiripan yang jauh lebih rendah, yakni 2% hingga 8%. Hal ini menunjukkan adanya kesalahan dalam proses pengecekan yang dilakukan oleh pihak lain.
Teguh Dartanto berharap bahwa penjelasan ini dapat membuka pikiran dan hati masyarakat untuk melihat permasalahan terkait promosi doktor Bahlil Lahadalia dengan lebih jernih. Isu kualitas dapat menjadi bahan perdebatan, tetapi penguji luar yang terlibat bukanlah individu yang bisa disuap. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk menggunakan akal sehat, melakukan verifikasi informasi, dan tidak terjebak dalam kebencian yang tidak berdasar. Dengan cara ini, kita dapat menjaga integritas dan reputasi akademik di Indonesia.
