JAKARTA – Tiga cendekiawan hukum terkemuka di Indonesia telah menyerukan agar Mardani H Maming segera dibebaskan, mengedepankan argumen yang kuat demi penegakan hukum dan keadilan. Seruan ini disampaikan setelah mereka melakukan analisis mendalam terkait putusan pengadilan yang menimpa Mardani, dan disampaikan dalam sebuah pernyataan resmi kepada media pada Minggu (20/10/2026).
Ketiga akademisi tersebut adalah Prof. Dr. Topo Santoso, SH, MH, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia; Prof. Dr. Yos Johan Utama, SH, M.Hum, mantan Rektor Universitas Diponegoro; dan Prof. Dr. Romli Atmasasmita, SH, LLM, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran. Mereka menyoroti beberapa kekurangan dalam proses hukum yang telah dijalani Mardani.
Mardani H Maming sebelumnya telah dijatuhi vonis 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta oleh Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Selain itu, ia diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar. Namun, para profesor ini meyakini bahwa putusan tersebut tidak mencerminkan prinsip keadilan.
Prof. Dr. Topo Santoso, SH, MH, menegaskan bahwa terdapat kekeliruan dalam penilaian hakim terkait unsur penerimaan hadiah. Ia berpendapat bahwa hubungan keperdataan, seperti transaksi bisnis yang meliputi fee, dividen, dan utang piutang, tidak dapat dipidanakan. Dengan merujuk pada putusan Pengadilan Niaga yang menyatakan tidak adanya kesepakatan diam-diam, Prof. Topo menilai bahwa tidak ada hubungan sebab akibat yang dapat mengaitkan keputusan Mardani sebagai Bupati dengan penerimaan fee, sehingga tidak terdapat niat jahat (mens rea) dalam tindakannya.
Dalam pandangan Prof. Dr. Yos Johan Utama, SH, M.Hum, keputusan Mardani mengenai pemindahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah sah secara hukum administrasi dan tidak pernah dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ia menekankan bahwa Pengadilan Tipikor tidak memiliki kewenangan untuk mengevaluasi keabsahan keputusan administratif, yang menjadi dasar argumennya bahwa Mardani tidak seharusnya dijatuhi pidana.
Prof. Dr. Romli Atmasasmita, SH, LLM, turut menambahkan bahwa terdapat delapan kekeliruan signifikan dalam penanganan perkara ini. Ia berpendapat bahwa tuntutan dan putusan pemidanaan lebih didasarkan pada imajinasi daripada fakta hukum yang ada.
Ketiga profesor sepakat bahwa berdasarkan analisis argumentatif dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, pembebasan Mardani H Maming merupakan langkah yang tepat demi keadilan. Mereka menekankan urgensi penegakan hukum yang adil dan transparan dalam menyikapi perkara ini, serta mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengawasi proses hukum agar tidak terjadi penyimpangan dari prinsip keadilan yang seharusnya ditegakkan.