Jakarta – Para akademisi dari Universitas Islam Indonesia (UII) yang berfokus pada isu anti-korupsi, mendesak agar Mardani H Maming segera dibebaskan. Desakan ini muncul setelah dilakukan eksaminasi terhadap putusan hakim yang mengungkap adanya kekhilafan dan kesalahan dalam pemberian vonis.
Dr. Mahrus Ali, seorang pengajar Hukum Pidana di Fakultas Hukum UII, menegaskan bahwa Mardani tidak melanggar pasal-pasal yang dituduhkan kepadanya. Oleh karena itu, menurutnya, Mardani harus dibebaskan demi hukum dan keadilan.
Sebelumnya, para akademisi anti-korupsi di Fakultas Hukum UII menggelar acara bedah buku yang bertajuk “Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim Dalam Menangani Perkara Mardani H Maming”. Acara ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai putusan yang dianggap keliru.
Sebanyak sepuluh eksaminator memberikan catatan penting dalam acara tersebut. Mereka adalah Prof. Dr. Ridwan Khairandy, Dr. Mudzakkir, Prof. Hanafi Amrani, Prof. Dr. Ridwan, Dr. Eva Achjani Zulfa, Dr. Muhammad Arif Setiawan, Dr. Nurjihad, Dr. Mahrus Ali, Dr. Karina Dwi Nugrahati Putri, dan Dr. Ratna Hartanto.
Dalam diskusi eksaminasi, Dr. Rohidin, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan & Alumni UII, menyatakan bahwa kasus Mardani H Maming ini menarik perhatian karena idealnya, kesalahan seperti ini tidak seharusnya terjadi pada hakim yang diharapkan bersikap bijaksana.
Dr. Rohidin menekankan bahwa hakim sebagai pengadil harus memiliki kemampuan untuk memutuskan perkara dengan tepat dan cepat, terutama dalam situasi yang dilematis. Hal tersebut penting untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik kepada sistem peradilan.
Prof. Dr. Ridwan, Guru Besar Hukum Administrasi Negara FH UII, mengungkapkan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Majelis Hakim di tingkat banding dan kasasi menyatakan bahwa kesalahan terdakwa adalah menandatangani dan menerbitkan SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 tahun 2011. Hal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 93 ayat 1 UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
Namun, Prof. Ridwan menegaskan bahwa dalam peralihan Izin Usaha Pertambangan (IUP), semua dokumen dan persyaratan telah terpenuhi, sehingga tidak ada pelanggaran aturan. Ia menyatakan bahwa semua putusan tersebut sudah sesuai dengan mekanisme dan aturan hukum yang berlaku.