Jakarta – Rencana Kementerian Perdagangan untuk mengimpor 1 juta ton beras pada akhir tahun 2024 dan awal 2025 memerlukan perhitungan yang cermat. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa pada tahun 2024, Indonesia telah mengimpor 3,5 juta ton beras. Kondisi ini menuntut evaluasi mendalam terhadap kebutuhan dan produksi beras nasional.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras pada tahun 2020 mencapai 54,56%, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 54,60%. Luas panen pada tahun 2020 tercatat sebesar 10,66 juta hektare, dengan Provinsi Jawa Timur sebagai pusat produksi terbesar. Meskipun ada kenaikan harga gabah kering giling di tingkat petani sebesar Rp 5.320 atau 0,03 persen, produksi beras tetap menunjukkan peningkatan.
Produksi beras pada tahun 2020 meningkat 31,33% dibandingkan tahun 2019 yang hanya 31,31%. Meskipun peningkatan ini tergolong tipis, pemerintah berhasil menjaga stabilitas produksi beras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada tahun 2022, produksi beras mencapai 54,75 ton GKG atau setara dengan 31,54 juta ton beras, naik 0,59% dari tahun 2021. Namun, pada tahun 2023, produksi menurun 2,29% menjadi 53,98 juta GKG atau setara dengan 31,10 juta ton beras.
Data BPS memperkirakan bahwa produksi beras pada tahun 2024 akan kembali menurun, diperkirakan mencapai 52,66 juta GKG atau setara dengan 30,34 juta ton beras. Penurunan ini sebesar 1,32 juta ton dibandingkan tahun 2023. Kepala Badan Pangan Nasional, Arief PA, menyatakan bahwa berdasarkan Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, produksi beras dari Juni hingga September 2024 diproyeksikan terus meningkat.
Estimasi produksi beras pada bulan Juni 2024 diperkirakan mencapai 2,06 juta ton, dan meningkat pada bulan Juli menjadi 2,18 juta ton. Peningkatan signifikan diproyeksikan terjadi pada bulan Agustus dan September, masing-masing mencapai 2,66 juta ton dan 2,96 juta ton. Angka ini sudah melampaui kebutuhan konsumsi beras bulanan nasional yang sebesar 2,55 juta ton.