Jakarta – Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah bertekad untuk menguak potensi pajak dari ekonomi bawah tanah, atau yang kerap disebut sebagai underground economy. Langkah ini diharapkan dapat menyuntikkan dana segar hingga Rp600 triliun per tahun ke kas negara, sebuah jumlah yang signifikan untuk menopang anggaran nasional.
Ekonomi bawah tanah merujuk pada aktivitas ekonomi yang tidak tercatat dalam statistik resmi atau tidak dilaporkan kepada pemerintah. Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, menyatakan bahwa pemerintah akan mulai menargetkan pajak dari kegiatan ini. Salah satu contoh aktivitas yang termasuk dalam kategori ini adalah judi bola online, yang cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia.
Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo, mengungkapkan bahwa Anggito telah diberi tugas khusus untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor ini. Prabowo menargetkan pengumpulan dana antara Rp300 triliun hingga Rp600 triliun per tahun, yang selama ini belum tercatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono, menekankan pentingnya kesepakatan mengenai definisi dan cakupan ekonomi bawah tanah sebelum melangkah lebih jauh. Ekonomi bawah tanah dapat dibagi menjadi dua kategori utama: kegiatan ilegal dan penghasilan yang tidak dilaporkan.
Kegiatan ilegal mencakup perdagangan narkoba, prostitusi, perjudian, penyelundupan, dan penipuan. Sementara itu, penghasilan yang tidak dilaporkan lebih mengarah pada transaksi legal yang tidak dilaporkan ke otoritas pajak, seperti transaksi UMKM.
Prianto menegaskan bahwa menarik pajak dari transaksi ilegal akan membuat aktivitas tersebut menjadi legal, karena sektor ini akan merasa berkontribusi terhadap penerimaan negara. Namun, hal ini menimbulkan dilema bagi pemerintah, terutama Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, karena bertentangan dengan tugas aparat penegak hukum yang harus memberantas tindakan ilegal.
Untuk menarik pajak dari aktivitas ilegal, diperlukan perubahan aturan, seperti klausa halal dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Tanpa perubahan ini, perjanjian atas transaksi ilegal akan dianggap tidak sah dan batal demi hukum.
Sementara itu, untuk transaksi yang tidak dilaporkan, Ditjen Pajak telah melakukan pengawasan kepatuhan dan penegakan hukum pajak. Nailul Huda, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), menyatakan bahwa ekonomi bawah tanah yang dapat dipajaki adalah dari kegiatan informal yang menguntungkan, seperti juru parkir.
Meskipun ekonomi informal dapat dipajaki, hal ini menimbulkan masalah lain. Pelaku ekonomi informal mungkin merasa memiliki hak untuk melanjutkan usahanya karena berkontribusi pada negara. Akibatnya, kegiatan ilegal dapat dianggap sah, dan pelakunya semakin banyak serta tidak taat.
Huda menyarankan agar pemerintah melakukan pendekatan dan penelitian lebih lanjut untuk memastikan bahwa potensi yang didapatkan sebanding dengan dampak yang akan ditimbulkan di masa depan.