Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan menegaskan bahwa pernyataan bersama antara Republik Indonesia dan China mengenai kolaborasi maritim tidak akan mengancam kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara. Pernyataan ini muncul di tengah kekhawatiran publik mengenai potensi pelanggaran kedaulatan di wilayah tersebut.
Budi Gunawan menjelaskan bahwa prinsip utama dalam kerja sama ini adalah saling menghormati, kesetaraan, saling menguntungkan, dan membangun konsensus sesuai dengan peraturan masing-masing negara. Hal ini menunjukkan komitmen kedua negara untuk menjaga hubungan baik tanpa mengorbankan kedaulatan nasional.
Pernyataan bersama ini dianggap sebagai terobosan baru yang diinisiasi oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Tujuannya adalah untuk menciptakan kestabilan di kawasan, terutama di wilayah yang sering menjadi titik panas konflik. Poin ke-9 dalam pernyataan bersama antara Prabowo dan Presiden China Xi Jinping menekankan pentingnya memperkuat dan memperluas kerja sama maritim.
Dalam pernyataan tersebut, kedua pihak sepakat untuk menciptakan lebih banyak terobosan dalam kerja sama maritim. Kerja sama ini dianggap sebagai komponen penting dalam hubungan strategis komprehensif antara China dan Indonesia. Kedua negara berkomitmen untuk menjajaki dan melaksanakan lebih banyak proyek kerja sama maritim, menjaga perdamaian dan ketenangan di laut, serta memperbaiki sistem tata kelola maritim.
Kedua negara juga mencapai kesepahaman penting mengenai pengembangan bersama di wilayah yang memiliki klaim tumpang tindih. Mereka sepakat untuk membentuk Komite Pengarah Bersama Antar-Pemerintah guna menjajaki dan memajukan kerja sama terkait. Prinsip yang dipegang adalah “saling menghormati, kesetaraan, manfaat bersama, fleksibilitas, pragmatisme, dan pembangunan konsensus,” sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di masing-masing negara.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menyorot poin tersebut karena dinilai sangat terkait dengan sengketa Laut China Selatan. Menurutnya, perairan ini telah menjadi titik panas konflik setelah China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, yang tumpang tindih dengan teritorial sejumlah negara, terutama negara-negara ASEAN.
Selama ini, Indonesia menekankan bahwa tidak ada sengketa teritorial dengan Beijing di Laut China Selatan. Namun, aktivitas kapal-kapal Tiongkok yang semakin sering mengganggu dan menerobos perairan Indonesia, terutama di Natuna, memaksa Indonesia untuk menegaskan kedaulatannya di wilayah tersebut. Hal ini penting mengingat perairan Natuna bersinggungan langsung dengan Laut China Selatan.