Jakarta – Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengimbau semua pihak yang terlibat dalam perundingan dana iklim di COP29 Baku, Azerbaijan, untuk mencapai titik temu demi kesepakatan yang lebih baik. Ketegangan antara negara maju dan berkembang semakin memuncak, terutama setelah negara berkembang bersikukuh dengan usulan mereka mengenai target anggaran iklim baru (NCQG), sementara negara maju menolak untuk merespons. Akibatnya, isu pendanaan yang seharusnya menjadi agenda utama masih menemui jalan buntu.
Guterres baru saja tiba dari Rio de Janeiro, Brasil, tempat berlangsungnya KTT G20. Di sana, ia bertemu dengan para pemimpin negara untuk mendorong agar negosiasi di Baku dapat berjalan lebih konstruktif. Meskipun ada pernyataan positif dari 20 negara mengenai komitmen iklim, kenyataannya situasi di Baku sangat berbeda.
Sehari sebelum pernyataan ini, blok negara berkembang, termasuk Afrika dan negara-negara paling kurang berkembang, melontarkan kritik keras terhadap negara maju yang enggan membahas jumlah dana yang diajukan melalui NCQG. Menurut negara berkembang, untuk mencapai berbagai target iklim dan mencegah suhu bumi melebihi batas 1,5 derajat, diperlukan sekitar 1,3 triliun dolar AS. Namun, dalam draft teks terbaru yang dirilis pada Kamis pagi (21/11) waktu Azerbaijan, angka ini tidak tercantum.
Selain itu, dalam draft yang sama, tidak ada pembahasan spesifik mengenai isu mitigasi, terutama tentang “transisi keluar dari bahan bakar fosil” – padahal pernyataan tersebut sudah disepakati di Dubai pada COP28. Situasi yang tidak menentu ini menimbulkan dugaan bahwa COP29 mungkin akan melewati tenggat waktu yang ditetapkan pada Jumat malam (22/11).
Berbagai negara menyampaikan kekhawatiran bahwa isu target baru dana iklim tidak akan mencapai kesepakatan, dua hari menjelang berakhirnya COP29 Baku. Delegasi Indonesia, yang merupakan anggota kelompok negara G77+Cina, menyatakan bahwa perundingan berlangsung panjang dan alot, namun ada tanda-tanda bahwa kesepakatan mungkin akan tercapai.
