Jakarta – Abdullah, anggota Komisi III DPR, mengajukan usulan pembentukan satuan tugas (satgas) khusus untuk memberantas aktivitas tambang ilegal. Usulan ini muncul sebagai respons atas insiden penembakan antar polisi yang berujung maut di Solok Selatan, Sumatera Barat, beberapa waktu lalu.
Abdullah menekankan pentingnya melibatkan berbagai kementerian dan lembaga penegak hukum dalam satgas ini untuk mengatasi konflik internal yang kerap muncul dalam penanganan tambang ilegal. Menurutnya, kolaborasi lintas sektor ini akan menjadi kunci dalam menghentikan praktik-praktik ilegal yang merugikan negara.
Pada tahun 2022, Abdullah mengungkapkan bahwa aktivitas tambang ilegal atau Penambangan Ilegal Tanpa Izin (PETI) telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp3,5 triliun. Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, wacana pembentukan satgas anti tambang ilegal sebenarnya sudah pernah dibahas, namun tidak dilanjutkan. Abdullah berharap pemerintahan Prabowo dapat merealisasikan pembentukan satgas ini.
Satgas yang diusulkan Abdullah nantinya akan melibatkan perwakilan dari berbagai instansi terkait, seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga Kejaksaan Agung (Kejagung). Dengan melibatkan berbagai pihak, diharapkan penanganan tambang ilegal dapat dilakukan secara lebih efektif dan menyeluruh.
Abdullah menyoroti bahwa isu tambang ilegal harus menjadi perhatian serius pemerintah karena dampaknya yang sering kali menimbulkan konflik horizontal di masyarakat. Selain itu, praktik tambang ilegal juga kerap kali melibatkan aparat yang ‘membekingi’ kegiatan tersebut. Dari sisi lingkungan, tambang ilegal berdampak buruk karena umumnya tidak mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.
Terkait insiden penembakan yang terjadi di tengah penyelidikan kasus tambang ilegal di Solok Selatan, Abdullah, yang juga legislator dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), mengusulkan agar Polri melakukan pemeriksaan kesehatan mental secara berkala untuk semua personelnya. Hal ini terutama penting bagi anggota polisi yang memiliki kewenangan memegang senjata api.
Kasus penembakan yang menewaskan Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, AKP Riyanto Ulil Anshar, dilakukan oleh Kabag Ops Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar, pada Jumat (22/11) dini hari. Kapolda Sumatera Barat, Irjen Suharyono, menyatakan bahwa peristiwa tersebut diduga terjadi karena Dadang tidak terima dengan penegakan hukum yang dilakukan korban terhadap tambang-tambang ilegal di Solok Selatan.
AKP Dadang Iskandar, yang menjadi pelaku dalam kasus ini, telah dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) setelah menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) di Divpropam Polri Gedung TNCC, Mabes Polri, pada Selasa (26/11).