Jakarta – Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengeluarkan ultimatum keras kepada Israel untuk segera menarik mundur pasukannya dari tanah Suriah. Peringatan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan tersebut, terutama di Dataran Tinggi Golan, yang menjadi titik panas antara kedua negara.
Dalam pernyataan terbarunya, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa Israel tidak memiliki niat untuk berkonfrontasi dengan Suriah. Pernyataan ini disampaikan pada hari Minggu (15/12) waktu setempat, hanya beberapa hari setelah Netanyahu memerintahkan pengerahan pasukan Israel ke zona penyangga yang memisahkan pasukan kedua negara di Dataran Tinggi Golan.
Pekan lalu, kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) mengumumkan kemenangan mereka dalam perebutan kekuasaan di Suriah. Pemimpin HTS, Abu Mohammed al-Golani, berhasil menggulingkan Assad dari kekuasaan, mengakhiri pemerintahan klan Assad yang telah berlangsung selama lima dekade. Perubahan kekuasaan ini memicu pergerakan pasukan Israel ke zona demiliterisasi di Suriah, yang dibentuk setelah perang Arab-Israel tahun 1973.
Pasukan Israel telah bergerak ke dalam zona demiliterisasi di Suriah, termasuk sisi Suriah dari Gunung Hermon yang strategis, yang menghadap langsung ke ibu kota Suriah, Damaskus. Di lokasi ini, Israel mengambil alih pos militer Suriah yang telah ditinggalkan. Meskipun demikian, Israel menegaskan bahwa mereka tidak berniat untuk menetap di sana. Serangan ke wilayah Suriah disebut sebagai tindakan terbatas dan sementara untuk memastikan keamanan perbatasan.
Beberapa negara Arab, termasuk Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, dan Yordania, mengutuk tindakan Israel yang dianggap sebagai perebutan zona penyangga di Dataran Tinggi Golan.