Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa pemerintah sedang berupaya keras untuk menekan impor minyak setelah nilai tukar rupiah mengalami penurunan drastis hingga menembus angka Rp16 ribu per dolar AS. Menurut Bahlil, situasi ekonomi global saat ini sangat tidak stabil, yang berdampak langsung pada fluktuasi nilai tukar rupiah.
Bahlil mengakui bahwa pemerintah, melalui PT Pertamina (Persero), masih sangat bergantung pada dolar AS. Perusahaan milik negara ini disebut-sebut sebagai salah satu pengguna terbesar mata uang Amerika Serikat di sektor energi. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan Pertamina untuk mengimpor minyak dan LPG dalam jumlah yang cukup besar.
Selain itu, Bahlil, yang merupakan bagian dari kabinet Presiden Prabowo Subianto, juga menyampaikan pesan penting kepada para pengusaha tambang. Ia menekankan bahwa perusahaan-perusahaan tambang juga memerlukan dolar AS untuk menjalankan operasional mereka. Salah satu kebutuhan utama adalah untuk pembelian peralatan tambang yang sebagian besar diperdagangkan dalam mata uang dolar.
Pada pagi hari ini, nilai tukar rupiah dibuka pada posisi Rp16.254 per dolar AS di pasar spot. Mata uang Garuda mengalami pelemahan dengan penurunan sebesar 157 poin atau sekitar 0,98 persen. Kondisi ini menambah tantangan bagi pemerintah dan pelaku industri dalam mengelola kebutuhan impor dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.