Jakarta – Harga emas mengalami peningkatan dari titik terendah dalam sebulan terakhir. Fenomena ini terjadi seiring dengan pasar yang mulai mencerna sinyal dari Federal Reserve Amerika Serikat mengenai pelonggaran kebijakan secara bertahap pada tahun mendatang. Para investor kini menantikan lebih banyak data untuk menilai kondisi kesehatan ekonomi global.
Menurut data dari Refinitiv, harga emas di pasar spot pada perdagangan Kamis (19/12/2024) tercatat mencapai US$2.593,85 per troy ons, mengalami kenaikan sebesar 0,24% dibandingkan posisi sebelumnya. Sementara itu, pada awal perdagangan hari ini, Jumat (20/12/2024) pukul 6.25 WIB, harga emas kembali menguat tipis sebesar 0,03% menjadi US$2.594,7 per troy ons.
Pasar emas sempat mengalami penurunan setelah Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, mengisyaratkan bahwa akan ada lebih sedikit pemotongan suku bunga pada tahun depan. Namun, pasar dengan cepat pulih setelah investor menyadari bahwa pernyataan tersebut sejalan dengan ekspektasi pasar baru-baru ini, seperti yang diungkapkan oleh analis StoneX, Rhona O’Connell.
“Dot plot” yang dirilis oleh Federal Reserve pada hari Rabu menunjukkan perkiraan adanya dua kali pemotongan suku bunga sebesar seperempat poin pada tahun depan. Hal ini sejalan dengan tren pasar berjangka yang sedang berlangsung.
Saat ini, perhatian utama pasar tertuju pada data Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat dan klaim pengangguran awal yang akan dirilis kemudian. Selain itu, data PCE inti, yang merupakan ukuran inflasi pilihan Federal Reserve, juga akan menjadi fokus pada hari Jumat.
Upaya pra-pelantikan Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, untuk mempengaruhi Kongres dapat memberikan dampak pada harga emas. Hal ini berpotensi mengganggu perjalanan udara dan penegakan hukum menjelang libur Natal.
Emas sering kali dianggap sebagai investasi pilihan yang aman selama periode ketidakstabilan ekonomi dan geopolitik. Selain itu, emas juga cenderung lebih berkembang dalam lingkungan suku bunga yang terbilang rendah.
Di sisi lain, Bank Jepang menyatakan untuk mempertahankan suku bunga saat ini. Namun, terdapat seruan yang berbeda untuk menaikkan biaya pinjaman, yang menandakan potensi pengetatan kebijakan pada tahun depan.