Washington DC – Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) menolak permohonan dari Presiden terpilih Donald Trump untuk menunda sidang vonis terkait kasus uang tutup mulut. Keputusan ini memastikan bahwa Trump akan tetap menghadapi vonis sebelum pelantikannya pada 20 Januari mendatang.
Dalam putusan yang dilaporkan oleh Reuters pada Jumat (10/1/2025), mayoritas hakim Mahkamah Agung menolak permohonan Trump yang diajukan pada saat-saat terakhir sebelum sidang vonis dijadwalkan pada Jumat (10/1) waktu AS, sekitar 10 hari sebelum pelantikannya. Permohonan penundaan ini diumumkan ke publik pada Rabu (8/1), dengan isi permintaan agar proses kasus uang tutup mulut ditangguhkan selama Trump mengajukan banding, menyusul putusan penting Mahkamah Agung mengenai kekebalan presiden pada Juli lalu.
Dari sembilan hakim Mahkamah Agung, lima di antaranya, termasuk dua hakim konservatif, memutuskan untuk menolak permohonan Trump. Empat hakim lainnya mendukung permohonan tersebut, namun kalah dalam jumlah suara. Ada dua alasan utama yang mendasari keputusan Mahkamah Agung dalam menolak permohonan Trump.
Pekan lalu, Hakim Juan Merchan dari pengadilan New York, yang memimpin persidangan kasus uang tutup mulut, menyatakan bahwa dirinya tidak cenderung untuk menjatuhkan hukuman penjara terhadap Trump. Sebaliknya, kemungkinan besar ia akan menjatuhkan hukuman pelepasan tanpa syarat (unconditional discharge). Ini berarti Trump akan terbebas dari hukuman tahanan, denda, atau hukuman percobaan, namun tetap memiliki catatan kriminal dan vonis bersalah dalam kasus uang tutup mulut.
Sidang vonis Trump dijadwalkan akan digelar di pengadilan New York di Manhattan pada Jumat (10/1) pagi, sekitar pukul 09.30 waktu setempat. Hakim Merchan sebelumnya menyatakan bahwa Trump dapat hadir secara langsung atau secara virtual dalam sidang vonis tersebut.
Trump dinyatakan bersalah oleh juri pengadilan New York pada Mei lalu atas 34 dakwaan memalsukan dokumen bisnis untuk menutupi pembayaran uang tutup mulut kepada bintang porno Stormy Daniels menjelang pemilu tahun 2016. Pembayaran tersebut dimaksudkan agar Daniels tidak mengungkapkan hubungan seksual mereka yang terjadi pada tahun 2006. Dengan vonis bersalah ini, Trump mencetak sejarah sebagai Presiden pertama AS yang diadili secara pidana dan mantan presiden pertama yang dinyatakan bersalah atas tindak kejahatan. Meski demikian, Trump bersikeras membantah telah melakukan pelanggaran hukum.