HALUAN.CO – Pencemaran lingkungan akibat limbah farmasi telah menjadi isu global yang mendesak perhatian. Industri farmasi menghasilkan limbah berbahaya yang mengandung senyawa kimia anorganik dan organik. Limbah ini berasal dari berbagai tahap produksi obat, termasuk reaksi kimia yang digunakan dalam pembuatan produk farmasi. Proses ini melibatkan beberapa sumber limbah, seperti formulasi, pembersihan peralatan, aktivitas laboratorium, serta residu produk yang tidak memenuhi standar spesifikasi. Secara umum, limbah farmasi terbagi menjadi tiga kategori utama: limbah gas, limbah padat, dan limbah cair (Suciana Putri et al., 2024).
Jenis limbah farmasi sangat bervariasi, mencakup residu, pelarut, asam, basa, dan garam yang berpotensi merusak. Beberapa produk farmasi, seperti antibiotik, menimbulkan risiko tambahan karena dapat memengaruhi lingkungan dan mendorong resistensi bakteri. Selain itu, pembuangan obat kadaluarsa tanpa pengelolaan yang tepat menjadi salah satu sumber pencemaran signifikan yang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat (Wijayanto et al., 2024).
Dari penjelasan tersebut, jelas bahwa limbah farmasi dapat mengancam keseimbangan ekosistem dan kesehatan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah efektif untuk mengelola limbah dari industri farmasi guna meminimalkan dampaknya terhadap makhluk hidup. World Health Organization (WHO) menegaskan bahwa limbah farmasi harus ditangani dan dibuang dengan aman. Penelitian oleh Ciawi et al. (2024) membahas berbagai metode pengelolaan limbah farmasi yang dapat diterapkan untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan.
PAFI Kabupaten Gunung Kidul (https://pafikabgunungkidul.org) menjabarkan bahwa limbah farmasi merupakan faktor utama dalam upaya meminimalkan serta mencegah dampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat akibat penanganan yang tidak optimal. Limbah ini sering kali mengandung bahan beracun yang mampu mencemari tanah, udara, dan air, serta berpotensi merugikan makhluk hidup. Berikut adalah cara pengelolaan limbah farmasi berdasarkan kategorinya (Nurfitria et al., 2022).
Pengelolaan Limbah Farmasi Berbentuk Padat
Limbah padat mencakup sisa produk farmasi yang tidak memenuhi standar, bahan kimia bekas, kemasan yang telah digunakan, serta bahan yang terkontaminasi. Pengelolaan limbah padat dapat dilakukan melalui metode seperti inertisasi (inertization), penimbunan aman (secured landfilling), pembakaran (incineration), pengkapsulan (encapsulation), penguburan dalam (deep burial), autoklaf (autoclaving), dan teknologi microwave (microwaving).
Pengelolaan Limbah Farmasi Berbentuk Cair
Karakteristik limbah cair berbeda dari limbah padat, sehingga metode penanganannya juga berbeda. Pengelolaan limbah cair biasanya melibatkan proses desinfeksi kimia (chemical disinfection), sistem saluran pembuangan air limbah (sewer), atau pengolahan di instalasi pengolahan air limbah (wastewater treatment plant). Metode ini berfungsi menghilangkan kontaminan sebelum air limbah dibuang ke lingkungan. Beberapa teknik pengolahan meliputi metode anaerob-aerob serta kombinasi anaerob-koagulasi.
Pengelolaan Limbah Farmasi Berbentuk Gas
Limbah gas dari industri farmasi juga memerlukan perhatian khusus. Pengelolaan limbah gas dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi filtrasi dan penyerapan untuk mengurangi emisi gas berbahaya ke atmosfer. Penggunaan scrubber dan sistem pengendalian emisi lainnya dapat membantu mengurangi dampak negatif limbah gas terhadap lingkungan.
Kesimpulan
Pengelolaan limbah farmasi yang efektif sangat penting untuk melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Dengan menerapkan metode pengelolaan yang tepat, risiko pencemaran dapat diminimalkan. Industri farmasi harus berkomitmen untuk mengelola limbahnya dengan cara yang aman dan bertanggung jawab, sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan global seperti WHO. Upaya kolaboratif antara pemerintah, industri, dan masyarakat diperlukan untuk memastikan bahwa limbah farmasi tidak lagi menjadi ancaman bagi ekosistem dan kesehatan manusia.