HALUAN.CO – Di Jepang, sake bukan hanya minuman beralkohol, tetapi bagian penting dari tradisi dan identitas budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun. Bagi sebagian besar orang di luar Jepang, sake mungkin hanya dikenal sebagai minuman dari fermentasi beras. Namun, di negeri sakura, minuman ini memiliki kedudukan khusus dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Ahli sake asal Indonesia, Eko Trisno, menuturkan bahwa budaya konsumsi sake sangat mengakar di Jepang.
“Sekitar 60% orang Jepang menyediakan sake di rumah,” jelasnya dikutip dari detiktravel, Selasa (27/5).
Meskipun tidak selalu dikonsumsi di rumah, masyarakat Jepang kerap menikmati sake saat bersantap di restoran, menjadikan minuman ini bagian dari pengalaman kuliner yang lengkap.
Setiap jenis sake memiliki karakteristik tersendiri, seperti Nigori yang memiliki tekstur keruh dan rasa yang kaya, hingga Futsushu yang terasa lebih ringan. Variasi ini bergantung pada jenis beras dan teknik fermentasi yang digunakan. Sebagai profesional bersertifikat dan perwakilan dari PT Tirtamas Usaha Makmur, Eko rutin berkunjung ke Jepang untuk memperdalam keahliannya dalam mengenali sake hanya melalui aroma dan tampilan visual.
“Sake itu menjadi teman dari makanan itu sendiri,” ujarnya.
Sake dibagi ke dalam empat profil utama rasa: manis, medium fruity, medium dry, dan full bodied yang memiliki kandungan alkohol lebih tinggi.
“Dry itu sebenarnya di sini maksudnya itu setelah diminum itu after taste-nya itu ada bitter, rasa pahit yang pertama terasa,” jelas Eko.
Untuk pemula, jenis sake yang manis seperti Junmai bisa menjadi pilihan awal karena rasanya yang lebih lembut dan mudah dinikmati.
Dalam budaya Jepang, sake sering kali dipadukan dengan makanan yang sesuai. Untuk jenis yang manis, hidangan seperti sashimi atau ramen miso akan memperkuat cita rasa. Sementara makanan berbumbu kuat atau pedas lebih cocok dikombinasikan dengan sake berprofil medium fruity atau dry. Hal ini dikarenakan rasa manis dari sake cenderung hilang jika disandingkan dengan makanan bercita rasa tajam.
“Seperti wine, budaya minum sake juga di-pairing dengan makanannya,” tambah Eko.
Cara menikmati sake pun mirip dengan wine. Aroma dihirup sebelum menyeruputnya perlahan, lalu dinikmati rasa yang muncul, termasuk rasa buah atau pahit di akhir. Jenis medium kerap menghasilkan sensasi rasa buah-buahan dengan sentuhan pahit yang ringan.
Kini, status sake sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia versi UNESCO semakin memperkuat eksistensinya di tingkat global, termasuk di Indonesia. Menurut Eko, minat terhadap sake di Tanah Air menunjukkan perkembangan yang positif.
“Di Indonesia, penikmatnya bukan orang-orang Jepang saja, tetapi 80% adalah orang Indonesia,” ungkap pria yang dijuluki Sake Guy ini.
Eko berharap masyarakat Indonesia tak hanya berhenti pada tahap konsumsi, tetapi juga mulai memahami lebih dalam mengenai sake—mulai dari proses pembuatannya, bahan baku yang digunakan, kadar alkohol, hingga tata cara penyajian.
“Semoga orang-orang Indonesia semakin banyak yang mau belajar,” tutupnya.