HALUAN.CO – Banyak perempuan memilih setia menemani pasangan dari titik terendah, berharap kelak berhasil menapaki jenjang karier dan hidup bersama.
Namun tak jarang, kisah tersebut berakhir pilu: begitu sang pria mencapai status baru, sang pendamping justru ditinggal.
Fenomena ini menggambarkan relasi di mana seorang pria meminta kekasihnya bertahan di masa sulit baik secara ekonomi maupun pekerjaan dengan janji setia setelah sukses.
Realitanya, perempuan yang telah banyak berkontribusi sering tak diakui perannya
Psikolog Klinis Melisa, M.Psi., menegaskan bahwa pola ini sah‑sah saja bila kedua belah pihak paham tujuan hubungan. Masalah muncul ketika perjuangan perempuan dihargai sekadar “batu loncatan”.
Pengaruh Patriarki
Budaya menempatkan pria di posisi dominan. Saat perempuan lebih maju, sebagian pria merasa harga dirinya terancam dan berusaha “mengarahkan” hubungan supaya ia kembali di puncak.
Ketidakpercayaan Diri
Menyadari belum bisa memberi nilai lebih, beberapa pria mencari pembenaran melalui permintaan agar pasangan “menemani dari nol”, berharap kelak mampu memimpin relasi.
“Tes” Kesetiaan
Ada yang memakai fase sulit sebagai ajang menguji dukungan pasangan, sayangnya sering tanpa komitmen konkret setelah sukses.
Keinginan Bertumbuh Bersama
Terdapat juga pasangan yang benar‑benar ingin membangun masa depan berdua. Walau demikian, relasi tetap timpang jika pertumbuhan hanya dirasakan satu pihak.
Ketika hubungan berakhir setelah status pria meningkat, seluruh dukungan emosional dan materi perempuan menjadi sia‑sia. Cinta pun berubah menjadi kerja emosional tak berbayar, meninggalkan luka dan kekecewaan.