Industri RI Terjepit Banjir Impor China, Sektor Manufaktur Alami Kontraksi

Husni Rachma
3 Min Read

HALUAN.CO – Produk-produk asal China membanjiri pasar Indonesia di tengah eskalasi perang dagang global. Hal ini menjadi tantangan berat bagi industri dalam negeri, yang mulai tergeser akibat lonjakan impor dan pelemahan ekspor.

Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menjelaskan bahwa perang dagang antara Amerika Serikat dan China menyebabkan negeri Tirai Bambu kehilangan sebagian pasar ekspor utamanya. Barang-barang tersebut kemudian dialihkan ke berbagai negara, termasuk Indonesia.

“Tanpa kebijakan protektif yang tepat, produk dalam negeri terdesak oleh barang-barang impor Tiongkok yang hari ini kehilangan akses, kurang mendapatkan akses ke pasar besar mereka di Amerika Serikat,” ujarnya di Senayan, Jakarta, Rabu (12/6/2025).

Akibat tekanan global tersebut, kinerja industri manufaktur Indonesia juga mengalami penurunan. Purchasing Manager’s Index (PMI) untuk Juni 2025 tercatat sebesar 46,9, yang menandakan sektor manufaktur masih berada di zona kontraksi.

Menurut Faisol, lemahnya permintaan global, ketidakpastian pasar, dan kebijakan perdagangan internasional menjadi faktor utama penyebab turunnya ekspor berbagai komoditas. Sektor padat karya seperti tekstil, elektronik rumah tangga, dan komponen otomotif kini mengalami tekanan signifikan.

Berita Lainnya  Andre Rosiade Bantu Perbaikan Masjid Mustauhidin Alai Parak Kopi Padang

Situasi global juga semakin tidak menentu dengan meningkatnya ketegangan antara Iran dan Israel yang berpotensi mengganggu rantai pasok energi dunia. Faktor ini menambah risiko terhadap stabilitas industri nasional.

Faisol juga membeberkan bahwa impor produk agro dari China melonjak tajam, mencapai kenaikan 30% atau sekitar US$ 477 ribu. Sementara ekspor produk serupa dari China ke Amerika Serikat justru turun drastis hingga US$ 1,17 miliar.

“Di saat yang sama Indonesia justru mencatat lonjakan impor produk agro dari China sebesar US$ 477 ribu (sekitar Rp 7,72 miliar) atau meningkat 30%,” ungkapnya.

Tujuh kelompok komoditas mencatat kenaikan signifikan, di antaranya:

  • Ikan dan hasil laut (HS 03): naik >100%
  • Kakao dan olahannya (HS 18): naik >100%
  • Kopi, teh, rempah (HS 09): naik 53,42%
  • Kertas dan karton (HS 48): naik 28,52%
  • Produk makanan olahan (HS 19): naik 24,91%
  • Produk kayu dan arang (HS 44): naik 22,46%
  • Limbah industri makanan dan pakan (HS 23): naik 11,17%
Berita Lainnya  Satgas Baru Kemendag Bongkar Misteri Membludaknya Barang Impor!

Situasi ini, menurut Faisol, menunjukkan adanya dampak nyata dari trade diversion dan menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera merespons.

Selain sektor agro, ia juga memperingatkan risiko struktural dari ketergantungan Indonesia terhadap baja dan aluminium impor dari China. Ketergantungan ini dinilai bisa menjadi ancaman jangka panjang jika tidak segera ditangani dengan strategi penguatan industri lokal.

TAGGED:
Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *