Kepala Sekolah SMA Penghasil Atlet Voli Keluhkan Kebijakan Dedi Mulyadi: Bisa Bangkrut!

Husni Rachma
3 Min Read

HALUAN.CO – SMA dan SMK Pasundan 2 Tasikmalaya, yang selama ini dikenal sebagai sekolah swasta pencetak atlet voli tingkat nasional dan internasional, kini berada di ambang kebangkrutan. Penyebabnya adalah kebijakan terbaru Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menetapkan jumlah siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) sekolah negeri menjadi 50 orang dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2025.

Kepala sekolah Darus Darusman menyatakan, kebijakan tersebut telah memukul keras sekolah swasta, termasuk institusinya. Tahun ini, hanya enam calon siswa yang mendaftar ke sekolahnya.

“Tahun ini adalah tahun terpuruk sekali dan berbahaya bagi sekolah swasta. Seperti kami, meski sudah punya nama dan jaringan banyak di Jabar, tetap saja dengan kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi (membuat) terancam gulung tikar, bisa bangkrut. Yang daftar baru enam orang saja,” kata Darus dikutip dari Kompas.com, Kamis (10/7/2025).

Sekolah yang pernah berjaya di era 1970 hingga 1990-an ini juga dikenal sebagai tempat tumbuhnya sejumlah atlet voli nasional, seperti Farhan Halim, Cep Indra, M Fikri Mustofa Kamal, Marjose, dan Jasen Natanael.

Darus menyayangkan langkah Dedi Mulyadi yang dianggap mengabaikan dampak besar terhadap sekolah swasta serta guru-guru non-ASN.

Berita Lainnya  Hasto Ungkap Jokowi Mulai Kehilangan Pengaruh di Jateng, Apa Penyebabnya?

“Saya berharap dengan batasan per siswa di sekolah negeri 36 sampai 40 per kelas seperti dulu sangat baik bisa diberlakukan lagi dan tidak mengganggu sekolah swasta. Kalau masalah diterima di sekolah favorit itu kan hukum alam siswanya, apakah pintar, berprestasi, dan cerdas pasti masuk,” ucapnya.

“Tapi, sekarang siapa saja bisa masuk, maaf ya. Ini sistem seperti apa ya? Kasihan yang berprestasi harus tes, tetapi zonasi serta afirmasi tidak usah tes langsung masuk ke sekolah favorit. Sekolah swasta terancam bangkrut lagi,” tambahnya.

Ia juga mengkritik keras sistem zonasi dan afirmasi dalam PPDB karena dianggap mematikan eksistensi sekolah-sekolah swasta di Jawa Barat.

“Iya, mungkin tujuannya bagus ya, tetapi kan yang membuat keputusan tidak sadar juga sudah membuat bangkrut sekolah-sekolah swasta di Jawa Barat. Kami juga warga Jabar dan kami juga punya keluarga untuk dibiayai,” ujarnya.

Kini, sekolah swasta hanya bisa berharap akan ada siswa tambahan yang tidak diterima di sekolah negeri. Masa pendaftaran pun diperpanjang hingga September 2025.

“Kami masih menunggu, biasanya tahun kemarin sampai bulan Juli suka ada sampai yang daftar 20 orang untuk satu kelas saja. Kalau tahun ini, hanya bisa berharap saja karena sangat berat kondisinya dengan peraturan provinsi yang ada sekarang,” kata Darus.

Berita Lainnya  Dialog di Radio Suara Muslim, LaNyalla Disinggung soal Puasa Daud

Sementara itu, Gubernur Dedi Mulyadi menyatakan bahwa penambahan kapasitas rombel dilakukan karena situasi pendidikan yang dianggap darurat.

“Kenapa cara ini dilakukan, karena darurat. Kenapa darurat, karena daripada rakyat tidak sekolah lebih baik sekolah, daripada mereka nongkrong di pinggir jalan kemudian berbuat sesuatu yang tidak sesuai usianya, lebih baik dia sekolah walaupun sederhana, itu prinsip saya,” ujar Dedi dikutip dari Tribun Jabar, Rabu (9/7/2025).

Meski menetapkan batas 50 siswa per rombel, Dedi menegaskan bahwa tidak semua kelas harus mencapai angka tersebut.

Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *