HALUAN.CO – Korea Selatan (Korsel) secara tiba-tiba mengajak Korea Utara (Korut) untuk berdamai. Namun demikian, ajakan itu langsung disambut dingin oleh Korut yang tidak menunjukkan ketertarikan untuk melanjutkan dialog.
Setelah terpilih pada pemilu Juni 2025, Presiden baru Korsel, Lee Jae Myung, mengubah kebijakan yang lebih keras terhadap Korut dengan menghentikan siaran propaganda yang sebelumnya dilakukan di sepanjang perbatasan. Langkah ini diambil setelah Korut mengirim balon berisi sampah ke Korsel. Sebagai balasan, Korut juga menghentikan siaran propaganda yang mengganggu Korsel.
Meskipun demikian, Kim Yo Jong, adik pemimpin Korut Kim Jong Un, mengungkapkan bahwa ajakan Korsel tersebut tidak berarti apa-apa bagi Korut.
“Jika ROK (Republik Korea) berharap dapat membalikkan semua hasil yang telah dicapainya dengan beberapa kata sentimental, tidak ada kesalahan perhitungan yang lebih serius daripada itu,” kata Kim Yo Jong dalam pernyataan yang diterbitkan oleh kantor berita resmi Korut, KCNA.
Kim Yo Jong juga menyatakan bahwa Korut tidak tertarik untuk bertemu atau membahas masalah apapun dengan Korsel.
“Kami sekali lagi menegaskan pendirian resmi bahwa apa pun kebijakan yang diadopsi dan apa pun proposal yang diajukan di Seoul, kami tidak tertarik dengan itu dan tidak ada alasan untuk bertemu maupun membahas masalah tersebut dengan ROK,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa hubungan antara kedua negara telah melewati titik yang sulit untuk diubah.
“Hubungan DPRK-ROK telah melampaui zona waktu yang tidak bisa diubah lagi untuk konsep homogen,” tambahnya.
Pemerintah Korsel menanggapi hal ini dengan menyatakan bahwa tingkat ketidakpercayaan yang tinggi menjadi penghalang besar dalam memperbaiki hubungan antara kedua negara. Juru bicara Kementerian Unifikasi Korsel, Koo Byung Sam, menganggap pernyataan Kim Yo Jong ini menunjukkan bahwa Korut sedang mengawasi kebijakan Lee Jae Myung terhadap mereka.
Hingga saat ini, kedua negara masih dalam status perang karena Perang Korea 1950-1953 hanya berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.