HALUAN.CO – Kendaraan listrik (EV) kini menjadi bagian penting dari strategi masa depan Arab Saudi. Negara yang dikenal sebagai raksasa minyak dunia ini mulai serius mengembangkan infrastruktur pendukung kendaraan listrik, meski tingkat adopsinya masih sangat rendah.
Melalui The Electric Vehicle Infrastructure Company (EVIQ), yang dibentuk dari kolaborasi antara Dana Investasi Publik (PIF) dan Perusahaan Listrik Saudi, pemerintah berupaya mempercepat pembangunan stasiun pengisian daya cepat atau fast charging.
Laporan PricewaterhouseCoopers (PwC) mencatat bahwa SPKLU pertama telah diresmikan di Riyadh pada Januari 2024. Target ambisius ditetapkan: membangun 5.000 titik pengisian di 1.000 lokasi hingga tahun 2030.
CEO EVIQ, Mohammad Gazzaz, menekankan pentingnya ketersediaan SPKLU dalam mendorong pembelian kendaraan listrik.
“Sangat sedikit orang yang bersedia membeli kendaraan listrik tanpa merasa nyaman melihat infrastrukturnya tersedia. Kami sedang membuka jalan,” ujar Gazzaz, Jumat (4/7/2025).
Kendati niatnya kuat, adopsi EV di Arab Saudi masih terhambat berbagai faktor. Selain minimnya infrastruktur, harga mobil listrik yang tinggi menjadi kendala utama. Data PwC menunjukkan bahwa lebih dari 60% model EV di negara itu dijual di atas US$ 65.000, sedangkan hampir tiga perempat kendaraan berbahan bakar bensin harganya di bawah itu.
Kondisi iklim juga menjadi tantangan serius. Baterai kendaraan listrik sangat rentan terhadap suhu ekstrem, terutama saat musim panas. Konsumsi energi untuk sistem pendingin berdampak besar terhadap performa dan daya jelajah kendaraan.
Meski begitu, transisi ini mencerminkan ambisi Arab Saudi untuk diversifikasi ekonomi dan mengurangi emisi karbon. Meskipun minyak masih menyumbang sekitar 60% dari pendapatan negara dan 20% lebih terhadap PDB pada 2024, fokus pada energi berkelanjutan semakin terlihat.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang Arab Saudi dalam menyeimbangkan dominasi energi fosil dengan inovasi transportasi ramah lingkungan.