Asbes Masih Digunakan di Indonesia, Padahal 73 Negara Sudah Melarang

Husni Rachma
3 Min Read

HALUAN.CO — Walaupun Australia sudah melarang asbes sejak dua dekade lalu, penggunaannya masih marak di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.

Australia kini giat mengampanyekan bahaya asbes di kawasan, sementara di Indonesia, asbes masih digunakan dalam konstruksi rumah, sekolah, dan berbagai bangunan lain.

Pada bulan Maret 2025, Mahkamah Agung RI memutuskan bahwa semua produk asbes harus memiliki label peringatan bahaya, setelah menerima gugatan dari LPKSM. Namun industri, yang diwakili FICMA, menolak keputusan tersebut dan mengajukan gugatan balik kepada kelompok-kelompok konsumen.

Lobi industri berdalih bahwa asbes putih (krisotil) tidak berbahaya dan cepat terurai di paru-paru.

“Serat krisotil, atau asbes putih… Akan cepat terurai di sistem pernapasan karena larut dalam larutan asam di saluran pernapasan,” ujar pengacara FICMA.

Mereka juga menyatakan krisotil tidak perlu dilabeli karena tidak termasuk bahan berbahaya dalam Konvensi Rotterdam.

Sebaliknya, WHO menyampaikan bahwa semua bentuk asbes, termasuk krisotil, bersifat karsinogenik dan bisa menyebabkan kanker mematikan seperti mesotelioma.

WHO memperkirakan 1.600 kematian terjadi setiap tahun di Indonesia akibat paparan asbes.

Cerita Mantan Pekerja

Siti Kristina dan Tuniyah adalah dua dari sekian banyak mantan pekerja pabrik asbes di Indonesia yang kini hidup dengan penyakit asbestosis.

Berita Lainnya  Pelapor Bullying SMA Binus Ubah Cerita di Depan DPR!

Siti menceritakan bagaimana penyakitnya berkembang setelah bertahun-tahun bekerja tanpa perlindungan dan tanpa tahu risiko.

“Kalau sekarang batuk (…) sudah enggak bisa aktivitas berat-berat,” katanya.

Tuniyah pun baru menyadari setelah paru-parunya mulai bermasalah.

“Namanya paru sudah luka, tapi kan enggak bisa hilang.”

Indonesia Jadi Target Pasar Produsen Asbes

Indonesia masih mengimpor sekitar 150.000 ton asbes krisotil tiap tahun dan merupakan pasar potensial bagi produsen dari Rusia, China, dan Kazakhstan.

Banyak rumah di Indonesia, khususnya di Jakarta, masih menggunakan atap asbes. Sebagian besar tidak diberi peringatan, dan sering kali retak atau pecah.

Union Aid Abroad memperingatkan bahwa dampak asbes akan mencapai puncaknya dalam beberapa dekade ke depan, seiring meningkatnya paparan dalam 20 tahun terakhir.

Gugatan FICMA Dikhawatirkan Menghambat Perjuangan

FICMA juga menuntut aktivis dari organisasi seperti LION dan INABAN untuk meminta maaf secara terbuka dan menyatakan bahwa asbes putih tidak berbahaya.

Leo Yoga dari LION menyebut gugatan itu sangat memberatkan dan mencederai kebebasan berekspresi.
“Jadi masyarakat bersikap kritis itu nantinya akan takut karena ada digugat dengan jumlah yang memang fantastis,” ujarnya.

Berita Lainnya  Prabowo Janji Lanjutkan Megaproyek IKN! Apa Dampaknya?

Sementara itu, Darisman dari INABAN menyatakan bahwa keselamatan pekerja belum menjadi prioritas di Indonesia.
Menurutnya, perlindungan di pabrik asbes di Indonesia jauh tertinggal dibanding negara seperti Australia.

Hingga saat ini, sebanyak 73 negara telah melarang penggunaan semua bentuk asbes, namun Indonesia belum mengambil langkah serupa.

Australia melalui Union Aid Abroad terus berupaya mendorong negara-negara di kawasan untuk menghentikan penggunaan material berbahaya ini.

Sumber: ABC Indonesia

TAGGED:
Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *