Jakarta-Para pemimpin Asia Tenggara telah menyampaikan selamat kepada Donald Trump atas kemenangannya sebagai Presiden Amerika Serikat. Namun, di balik ucapan selamat ini, terdapat kekhawatiran akan potensi tarif tambahan AS dan apakah kebijakan proteksionis yang diusung Trump hanya merupakan strategi kampanye atau akan benar-benar diterapkan.
Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr., menyatakan harapan bahwa hubungan erat antara kedua negara dapat terus mendorong kesejahteraan dan persahabatan di kawasan Asia-Pasifik. Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, memuji “kemenangan dan kebangkitan politik yang luar biasa” Trump, sementara Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, menyampaikan keyakinannya bahwa peran AS dalam menjaga stabilitas dan keamanan akan semakin penting.
Saat kampanye, janji Trump untuk memberlakukan tarif impor sebesar 10%-20% pada semua negara memicu kekhawatiran di Asia Tenggara, kawasan yang bergantung pada ekspor ke AS. Bridget Welsh dari University of Nottingham Asia Research Institute Malaysia menyatakan bahwa masa jabatan kedua Trump akan berdampak berbeda pada setiap negara di kawasan, terutama dalam hal perdagangan. Negara-negara seperti Filipina, Malaysia, dan Vietnam mungkin menghadapi tantangan keamanan tambahan karena pentingnya peran AS dalam keamanan regional di tengah pengaruh Cina yang meningkat.
Zachary Abuza dari National War College di Washington menyatakan bahwa meskipun dampak kemenangan Trump bagi Asia Tenggara tidak sebesar untuk Eropa atau Asia Timur Laut, kekhawatiran tetap ada, terutama bagi Vietnam yang merupakan eksportir terbesar di kawasan ini ke AS. Selama masa jabatan pertamanya, hubungan Trump dengan Vietnam memburuk karena ketidakseimbangan perdagangan. Di tahun 2019, Trump menuduh Vietnam melakukan perdagangan yang tidak adil dengan surplus sebesar $54 miliar dan hampir menjatuhkan sanksi manipulasi mata uang, yang kemudian dibatalkan oleh pemerintahan Biden.
Jika Trump memberlakukan tarif 10%-20% pada seluruh impor, hampir semua negara Asia Tenggara yang merupakan eksportir netto ke AS akan terdampak. Oxford Economics memperkirakan tarif ini akan menurunkan ekspor negara-negara Asia sebesar 3%, dan peningkatan perang dagang AS-Cina dapat memicu divestasi besar-besaran dari Cina seperti pada tahun 2018.
Para analis sepakat bahwa meski Trump bersifat lebih “transaksional,” hal ini sesuai dengan karakter diplomasi Asia Tenggara. Mayoritas negara di kawasan ini memiliki pemerintahan otoriter atau demokrasi yang lemah, yang mungkin menyambut pendekatan luar negeri AS yang lebih pragmatis.