Jakarta – Militer Suriah mengalami kemunduran yang signifikan setelah kehilangan kendali atas Kota Daraa, sebuah perkembangan yang menjadi pukulan telak bagi pemerintahan Presiden Bashar al-Assad. Kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) berhasil merebut sejumlah kota, menandai kemajuan signifikan dalam konflik yang berkepanjangan.
Daraa, yang dikenal sebagai ‘tempat lahirnya revolusi’ di awal perang saudara Suriah, kini berada di bawah kendali pemberontak. Provinsi ini berbatasan langsung dengan Yordania, menjadikannya lokasi strategis dalam konflik yang terus berkecamuk.
Sejak serangan dilancarkan oleh kelompok pemberontak pada 27 November lalu, pemerintah Suriah telah kehilangan kendali atas beberapa kota penting, termasuk Aleppo dan Hama. Di Hama, pasukan pemberontak mengklaim telah membebaskan para narapidana, menambah tekanan terhadap rezim Assad.
Tidak berhenti di situ, pasukan pemberontak juga menyerbu gerbang Homs pada Jumat (6/12). Homs, yang merupakan kota ketiga terbesar di Suriah, menjadi target berikutnya dalam upaya pemberontak untuk menggulingkan pemerintahan Assad.
Pemimpin HTS, Abu Mohammed al-Jolani, menegaskan bahwa tujuan utama dari serangan ini adalah untuk menggulingkan Assad. Saat ini, HTS diperkirakan telah menguasai wilayah seluas 20 ribu kilometer persegi, hampir tujuh kali lipat dari wilayah yang mereka kuasai sebelum serangan dimulai.
Menanggapi situasi yang semakin memburuk, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI telah menetapkan status siaga satu di sejumlah wilayah konflik di Suriah. Rencana kontingensi juga disiapkan bagi warga negara Indonesia (WNI) yang berada di wilayah tersebut. Status siaga satu ini berlaku di delapan provinsi, yaitu Aleppo, Idlib, Hama, Dier Zour, Raqqa, Daraa, Hasaka, dan Suwaida.
Langkah serupa juga diambil oleh Amerika Serikat. Kemenlu AS telah mengimbau warganya yang berada di Suriah untuk segera meninggalkan negara tersebut, mengingat situasi yang semakin tidak menentu.
