Jakarta – Australia secara tiba-tiba menaikkan status waspada di negaranya terkait ancaman teror. Mengutip AFP, Senin (5/8/2024), status tersebut dinaikkan dari “probable” menjadi “possible”. Pejabat intelijen tertinggi negara itu menyebut peningkatan “ideologi ekstrem” di dalam negeri sebagai penyebab utama.
Meskipun tidak ada indikasi serangan yang akan segera terjadi, pejabat tersebut memperingatkan adanya peningkatan ancaman kekerasan dalam 12 bulan ke depan. Burgess, pejabat intelijen tersebut, menyatakan bahwa semakin banyak warga Australia yang teradikalisasi dan bersedia menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka.
Burgess menambahkan bahwa ideologi ekstrem telah meningkat selama pandemi COVID-19 dan semakin naik akibat konflik Israel-Hamas. Salah satu insiden besar terjadi pada bulan April, ketika seorang anak laki-laki berusia 16 tahun diduga menikam seorang Uskup Kristen Asyur selama kebaktian gereja di Sydney yang disiarkan langsung.
Burgess juga menegaskan bahwa tidak ada satu pun rencana teror yang diselidiki oleh ASIO tahun lalu yang terinspirasi oleh peristiwa di Gaza. Meskipun demikian, konflik tersebut berdampak dengan memicu keluhan, protes, perpecahan, dan intoleransi di dalam negeri.
Media sosial dan aplikasi terenkripsi dikatakan membuat ancaman “lebih sulit diprediksi dan diidentifikasi”. Internet dan media sosial, menurut Burgess, adalah platform utama untuk radikalisasi, sementara penggunaan enkripsi oleh subjek investigasi semakin menyulitkan deteksi ancaman.
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menyatakan bahwa peningkatan tingkat ancaman ini dilakukan berdasarkan saran dari badan keamanan. Pemerintah juga telah bekoordinasi dengan perusahaan media sosial untuk menghapus konten ekstrem dan kekerasan serta menguji coba teknologi verifikasi usia.